Siapa Korban Sesungguhnya, Rakyat Atau Pelayan Rakyat?
Poto Ilustrasi pergerakan massa/tangkap layar medsos --
Jakarta, AktualNews- Istilah "Playing victim" adalah merujuk pada perilaku seseorang yang memainkan peran sebagai korban dalam suatu situasi, seringkali untuk mendapatkan simpati, perhatian, atau keuntungan dari orang lain. Orang yang "playing victim" mungkin tidak benar-benar menjadi korban atau mungkin melebih-lebihkan situasi untuk mencapai tujuan mereka.
Ciri-ciri para pelaku "playing victim:
Tujuannya mengalihkan tanggung jawab. Seseorang yang "playing victim" mungkin mencoba mengalihkan tanggung jawab atas tindakan mereka sendiri kepada orang lain atau situasi. Modus operandinya beraneka ragam.
Pertama, dengan melebih-lebihkan menyampaikan kondisi atau situasi. Mereka mungkin melebih-lebihkan situasi untuk mendapatkan simpati atau perhatian lebih banyak. Kedua, menggunakan emosi untuk memanipulasi orang lain dan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ketiga, menghindari tanggung jawab atas tindakan mereka sendiri dengan memainkan peran sebagai korban.
BACA JUGA:Bersama Komika Sertu Daslan di Surabaya
Apa saja dampak perilaku "playing victim?
Pertama, terjadi kerusakan hubungan dengan orang lain karena dapat membuat mereka merasa dimanfaatkan atau diperlakukan tidak adil. Kedua, menurunnya tingkat kepercayaan seseorang yang "playing victim" karena mereka merasa bahwa orang tersebut tidak jujur atau manipulatif.
Menurut Sekjen Koalisi Pembela Konstitusi dan Kebenaran ((KP-K&K) Suta Widhya, Selasa (2/8) pagi di Pontianak pelaku playing victim dipengaruhi oleh sikap dan mental.
"Dalam penilaian kami, untuk perilaku "playing victim" juga dapat memiliki pengaruh negatif pada mental seseorang karena mereka mungkin menjadi terlalu fokus pada diri sendiri dan kehilangan kemampuan untuk mengatasi masalah dengan cara yang sehat. Lebih suka menyuarakan dirinya sebagai korban dan orang orang lain dianggap sebagai pelakunya, "lanjut Suta.
BACA JUGA:Bangsa Indonesia Memang Lucu
Kesimpulannya, sangat penting untuk mengenali perilaku "playing victim" dan menghadapinya dengan cara yang tepat untuk meminimalkan dampak negatifnya. Apa yang yang terjadi pada kerusakan menjelang akhir 2025 merupakan contoh nyata.
"Bahwa mulutmu adalah harimaumu berlaku pada seluruh lapisan masyarakat dan seluruh lapisan penyandang predikat di legislatif, yufikatif dan eksekutif--yang notabene sebagai pelayan rakyat. Rakyat yang merusak itu bisa jadi membalas kekecewaan dan kemarahannya atas para pelaku yang berpura-pura sebagai korban dari pelayan rakyat. "Tutup Suta.***
- Share
-