Kisah Pak Tino yang Masih Harus Mengayuh Pedal Becaknya Meski Usianya Tak Lagi Muda

Kisah Pak Tino yang Masih Harus Mengayuh Pedal Becaknya Meski Usianya Tak Lagi Muda

Foto; Ilustrasi--

AktualNews - Di sebuah sudut kota yang sibuk, seorang tukang becak tua, Pak Tino, masih setia memayungi becaknya meski tubuhnya telah rapuh dimakan usia. Rambut putihnya yang mulai rontok, kulitnya yang keriput, serta langkahnya yang pelan tidak menghalangi semangatnya untuk terus mengayuh pedal becak yang setia menemani hidupnya. Setiap pagi, sebelum fajar menyingsing, Pak Tino sudah berada di depan terminal, menunggu calon penumpang.

Dulu, Pak Tino adalah seorang pemuda yang kuat, penuh semangat, dan bisa mengayuh becak dengan cepat. Tapi sekarang, nafasnya sering terengah-engah, dan tangannya gemetar setiap kali menggenggam pegangan becak. Meski begitu, Pak Tino tak pernah mengeluh. Ia tahu, hidupnya bergantung pada pendapatan dari becaknya. Rumah kecilnya yang sederhana, yang ia tempati bersama istrinya yang kini sudah lanjut usia, hanya bisa dihidupi dari hasil jerih payah mengayuh becak setiap hari.

Satu-satunya yang masih memberi semangat hidup bagi Pak Tino adalah cintanya pada istrinya, Bu Sumi, yang juga semakin lemah tubuhnya. Bu Sumi tak pernah meminta banyak, hanya ingin Pak Tino bisa terus hidup sehat dan cukup untuk makan sehari-hari. Pak Tino ingin memastikan istrinya bisa merasakan kenyamanan meski usianya semakin senja. Namun, semakin hari, tubuhnya semakin renta dan perjalanan jauh terasa semakin berat.

Suatu sore, ketika langit mulai gelap, Pak Tino mengayuh becaknya menuju pasar. Kali ini, ia merasa sangat lelah. Namun, tekadnya untuk mencari sesuap nasi bagi dirinya dan istrinya tetap kuat. Di tengah perjalanan, angin kencang tiba-tiba menerpa tubuhnya yang sudah lemah. Pak Tino terjatuh, tubuhnya terkulai di atas jalanan, dan becaknya terbalik. Tanpa ada yang melihat, ia hanya bisa berbaring di situ, menahan rasa sakit.

Beberapa saat kemudian, seorang pemuda yang kebetulan lewat menghampirinya dan segera membantunya bangun. Wajah Pak Tino yang lelah namun penuh harapan terlihat begitu rapuh di mata pemuda itu. "Pak Tino, kenapa tidak berhenti sejenak? Anda sudah terlalu tua untuk bekerja keras seperti ini," tanya pemuda itu, penuh empati.

BACA JUGA:Kopi dan Penulis, Dua Hal yang Tak Bisa Dipisahkan

Pak Tino hanya tersenyum lemah. "Anak muda, hidup ini tidak bisa berhenti begitu saja. Saya harus melanjutkan, agar istri saya bisa makan, agar saya bisa memberi sedikit kebahagiaan padanya."

Setelah pemuda itu membantu Pak Tino bangkit dan membalikkan becaknya, ia melanjutkan perjalanan dengan pelan, merasa bahwa meski tubuhnya rapuh, semangatnya tidak akan pernah pudar. Namun, di dalam hatinya, Pak Tino tahu bahwa waktu terus berjalan, dan tak ada yang bisa menghentikan usianya yang semakin senja.

Di rumah, Bu Sumi menunggu dengan sabar. Ia tahu, walaupun suaminya lelah, Pak Tino akan selalu kembali kepadanya dengan senyuman, membawa harapan kecil untuk hari esok. Namun, di balik senyuman itu, terpendam sebuah kisah pilu tentang cinta, perjuangan, dan sebuah kehidupan yang tak pernah menyerah, meskipun tubuh mulai rapuh.***

Sumber: