SHM RT 005 Dasar Kuasa Palsu Dipakai Kuasai Tanah di RT 011, PH Lapor Bareskrim
Foto : Pertemuan dengan “anak-anak/ahliwaris Asmat” sebelum teken ‘Surat Kuasa’, hari Sabtu 31 Juli 2021 (RIDWAN : Jacket Levi’s). Jakarta, AktualNews- Ahli warispemilik tanah Girik C No. 1444 di Jln Raya Cakung Cilincing/Jln Syech Nawawi Al Bantani Cakung Timur Jakarta Timur, melalui salah satu anaknya, Ridwan, akhirnya mau juga buka suara. Ridwan mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada pihak Kuasa Hukum, yang akhirnya mengambil langkah hukum melaporkan kemelut tanah ini kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersama Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto. Posisi tanah Girik C No. 1444 seluas 9.817 m2 milik ayahnya itu, tutur Ridwan, masuk wilayah administrasi RT 011/RW 006 Cakung Timur, bahkan letaknya “jauh dari tapal batas wilayah administrasi RT 005/RW 006”. Sejak dahulu belum pernah diberikan hak kepada seseorang lain biar pun sepenggalnya saja, dan selama penguasaan ayahnya sampai permulaan dekade 2000an tak pernah ada sesuatu komplain atau pun sengketa dengan seseorang lain. Menurut dia, ayahnya baru saja wafat pada hari Rabu 9 Juni 2022 lalu, oleh karena itu dia bersama saudara-saudaranya selaku ahli waris sepakat melanjutkan upaya almarhum hingga hak atas tanah ini pulih kembali sesuai status haknya. Sebelum wafat, ayahnya sendiri sudah memberikan “kuasa” kepada para Advokat dari Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) Maluku di Ambon sementara berada di Jakarta untuk bertindak sebagai “Kuasa Hukum” dengan menandatangani surat kuasa pada hari Senin 7 Maret 2022. Sehingga dia bersama saudara-saudarany sebagai ahli waris sepakat memberikan “kuasa” lagi melanjutkan apa yang sudah didahului ayahnya dengan menandatangani “surat kuasa” pada hari Sabtu 31 Juli 2022 agar langkah-langkah hukum konkrit yang sudah jalan sebelum ini terus saja dilanjutkan. Sebelum penyerahan kuasa itu, tambah Ridwan, almarhum juga sudah melakukan berbagai upaya melibatkan sejumlah kalangan tidak kecuali beberapa praktisi hukum, hanya rupa-rupanya karena tidak cukup dana orang-orang ini satu demi satu mundur diam-diam tanpa ada keterangan atau penjelasan mengenai apa alasannya, akhirnya belum membuahkan hasil. Ada yang terkesan bertahan, tetapi hingga ayahnya wafat dia dan saudara-saudaranya tidak pernah dengar atau melihat ada langkah hukum konkrit yang diambil sebagai wujud pelaksanaan kewajiban dan tanggungjawab selaku “Kuasa Hukum”. Mengingat upaya panjang ayahnya, Asmat, sampai wafatnya tidak berhasil memulihkan haknya atas tanah ini, maka Ridwan menyambut baik langkah hukum apa saja oleh Kuasa Hukum sepanjang hal itu baik dan berguna serta tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sesuai isi surat kuasa, termasuk laporannya kepada Kabareskrim. Ditanyakan pada Mohammad Taufiq, salah satu Kuasa Hukum, serta-merta saja dia membenarkan keterangan Ridwan. Menjawab pertanyaan media ini tentang berapa besar kekuatan hukum hak Asmat atas tanah itu, Taufiq mengatakan : “Memang benar, berdasarkan bukti-bukti otentik tanah Girik C No. 1444 seluas 9.817 m2 di Jln Raya Cakung-Cilincing yang sekarang dirubah menjadi Jln Raya Syech Nawawi Al-Bantani Cakung Timur adalah milik almarhum Asmat, bahkan hak atas tanah ini sejak tahun 1976 atau tidak lama setelah beralih dari Kabupaten Bekasi masuk wilayah DKI Jakarta pasca berlakunya PP nomor 45 tahun 1974 sudah diverifikasi sendiri oleh Kepala Sub Direktorat Agraria yang sekarang menjadi Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Timur”. Tetapi menurut Saksi-saksi utusan Asmat yang lebih dahulu datang menemuinya untuk memberikan keterangan serta menyerahkan bukti-bukti surat untuk dipelajari sebelum pemberian kuasa dan ikut hadir menyaksikan penandatanganan surat kuasa, sejak awal dekade 2000an tanah itu dikuasai begitu saja oleh JDj, seorang pengusaha ibukota. Sebelum menguasai tanah Girik C No. 1444 milik Asmat ini, JDj memiliki sebidang tanah di bagian tengahnya sehingga tanah ini menjadi akses masuk baginya memasuki tanah miliknya itu dari tepi Jln Raya Cakung Cilincing. Dikatakan, para Saksi ini mengaku sudah lama mendampingi Asmat melakoni haknya atas tanah ini sejak masih kosong ditumbuhi pepohonan dan rerumputan diselingi onggokan sampah, bersama sejumlah orang lain termasuk pula beberapa praktisi hukum secara silih berganti, bahkan sempat pula dilakukan pengukuran menyeluruh atas bantuan seorang pensiunan PNS/ASN Dinas Tata Kota DKI Jakarta memakai peralatan-peralatan tekhnisnya yang kemudian dituangkan dalam sebuah “peta tanah”. Selain itu, kedua Saksi juga menerangkan penguasaan JDj atas tanah ini memakai beberapa SHM pecahan dari SHM No. 281 yang letaknya mesti di tempat lain. Jika sampai Asmat wafat upayanya belum membuahkan hasil, menurut Saksi bukan semata-mata gara-gara dananya terbatas, melainkan juga disebabkan JDj paling sering memanfaatkan oknom-oknom aparat, padahal diperoleh keterangan ketika datang ke Kantor Pertanahan Jakarta Timur SHM No. 281 itu terletak di tempat lain dan juga tanahnya sudah tidak ada. Taufiq juga mengaku masih ingat jelas dalam dialog jelang penandatanganan “surat kuasa” Asmat sempat melampiaskan kekesalannya dengan intonasi suara tinggi sambil mempersoalkan tatanan hukum di negeri ini yang menurut penilaiannya tidak memihak pada kebenaran dan keadilan, gara-gara tanah miliknya itu dikuasai secara sewenang-wenang tetapi upayanya sampai sejauh itu gagal menghalaunya ke luar sementara unit-unit sistem berwenang sampai Lurah bersama Ketua-Ketua RT dan RW semuanya diam saja mengamininya seakan-akan tidak ada sesuatu yang salah, malah oknom-oknom aparat pun mau saja dihadirkan sebagai tameng. Pasca penandatanganan surat kuasa, maka sore hari Senin (7/3) itu juga dengan guidance ke-2 Saksi dari Asmat dia turun langsung melakukan identifikasi Obyek Lahan, ternyata tanahnya dikelilingi pagar tembok dan pada gerbong masuk ada plakat yang menyebut SHM dari RT 005/RW 006 Cakung Timur. Susul beberapa hari kemudian dia turun lagi masuk kawasan pemukiman untuk melihat dari dekat sekaligus memastikan kedudukan dan batas-batas wilayah administrasi antara RT 011/RW 006 dengan RT 005/RW 006 Cakung Timur. Ternyata setelah pihaknya melakukan penelusuran dan penelaahan pasca penandatanganan surat kuasa oleh Asmat, akhirnya terungkap JDj menguasai tanah itu memakai SHM No.33 seluas 3.000 m2 atas nama RP serta No.34 seluas 2.125 m2 atas nama Ir. JDTj dan No.35/Cakung Timur seluas 3.355 m2 atas nama Ny A bersama SHM No.38/Cakung Timur seluas 2.760 m2 atas nama Ir. SU, yang diperolehnya dari lelang pada Kantor Lelang Negara Jakarta I tgl 20 April 2000. Melalui rangkaian penelusurannya itulah, tambah Taufiq, terungkap ke-3 SHM No.33, No.34 dan No.35/Cakung Timur tgl 14 Juni 1988 produk Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Timur adalah “pemisahan SHM No. 32/Cakung Timur tgl 29 Juli 1986” dan SHM No.32/Cakung Timur juga terbitan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Timur sebagai “sertifikat pengganti” terhadap “SHM No. 281/Gapura Muka tgl 1 Juli 1974 Surat Ukur No. 521/1974”, sedangkan SHM No.281/Gapura Muka itu diterbitkan Kepala Kantor Pertanahan (dahulu : Kepala Sub Direktorat Agraria) Kabupaten Bekasi sebelum kawasan ini beralih masuk wilayah DKI Jakarta saat berlakunya PP No. 45 tahun 1974, hasil “konversi tanah Girik C No. 643 seluas 10.335 m2 milik Saut bin Perin”. JDj dalam satu keterangan resmi mendalilkan ke-4 SHM di RT 005/RW 006 Cakung Timur ini ada Berita Acara Pemeriksaan Batas No. 105/BA/PPT/JT/2004 dari Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Timur, dan dikesankannya seakan-akan isinya menyebut batas-batas tanahnya persis pada tanah milik Asmat di RT 011/RW 006 Cakung Timur yang dia kuasai. Padahal historisnya berbeda yaitu dari Girik C No.643 seluas 10.335 m2 begitu pula letaknya, selain itu luas akumulatif ke-4 SHM 11.420m2, apalagi tanah Girik C No.1444 seluas 9.817 m2 dahulu sudah diverifikasi. Walhasil, ketika JDj Dkk digugat salah satu ahliwaris Saut bin Perin tahun 2020 lalu OS diarahkan seakan-akan duduknya di tanah Girik C No. 1444 ini, padahal dalam gugatan kolektifnya tahun 2000 dahulu bersama beberapa orangtua (paman/bibi) yang saat itu masih hidup kelihatan benar meraba-raba hanya disebut “tanahnya di Cakung Timur” tanpa menyebut persis letak mau pun batas-batasnya padahal wilayah administrasi Kelurahan Cakung Timur meliputi sekian banyak RT/RW, lagi pula perkara terdahulu itu diputus “tanpa ada sidang Pemeriksaan Setempat untuk memastikan tentang letak, luas dan batas-batas tanah Obyek Sengketa”. Sudah dimintai penjelasan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Timur, tambahnya, apakah benar ada penerbitan Berita Acara yang disebut JDj, sebab tanah Girik No. 1444 seluas 9.817 m2 ini dahulu sudah diverifikasinya sendiri disamping ada perbedaan visual mau pun historisnya, ternyata surat pertamanya saja sudah dibalas hanya menyimpangi substansi sehingga disusuli lagi surat ke-2 diserahkan hari Selasa 13 September 2022 tetapi sampai saat dia memberi keterangan hari itu Senin (17/10) atau lebih sebulan surat konfirmasinya belum juga datang. Usut punya usut, tandasnya, ternyata penerbitan SHM No. 281/1974 sebagai hasil konversi tanah Girik C No. 643 dilakukan atas dasar “surat kuasa tgl 14 Juni 1974” seakan-akan diberikan Saut bin Perin kepada “IS”, padahal menurut kenyataannya Saut Bin Perin sudah wafat lebih 7 (tujuh) tahun sebelum itu pada tgl 6 Agustus 1966. Pasca penerbitan SHM No.281, lebih lanjut IS memberikan “kuasa limpahan” di depan Notaris tgl 16 April 1975 kepada RS, baru kemudian lahirlah serangkaian peristiwa hukum, bermula jual-beli tanah kepada RP dan JDTj serta Ny A di depan PPAT tgl 24 Maret 1986, susul penebitan sertifikat pengganti No.32/Cakung Timur lalu diiringi pemisahan ke dalam ke-3 SHM No.33, No.34 dan No.35. Selanjutnya pada tgl 7 Juni 1988 RS membuat Surat Pernyataan di atas kertas bermeterai di depan Notaris bersama RP serta JDTj dan Ny A, lalu ke-3 SHM No.33, No.34 dan No.35/Cakung Timur ini ditambah SHM No. 38/Cakung Timur dipakai JDTj selaku pemilik PT LEP sebagai jaminan (agunan) kredit pada PT Bank Pembangunan Indonesia (PT Bapindo) yang sudah merger sekarang menjadi PT Bank Mandiri Tbk, tetapi pembayaran pengembaliannya mandeg dan endingnya malah berubah melahirkan “kredit macet” dengan nilai “pihutang negara lebih Rp 33.402.079.542,87”. Gara-gara kredit macet itulah pada akhirnya dilelang lalu dimenangkan JDj, tetapi anehnya hanya membayar Rp 1,8 Milyar ditambah biaya administrasi Rp 92 juta, padahal tujuannya tentu tak lain untuk menyelesaikan pihutang negara lebih Rp 33 Milyar dengan jaminan ke-4 SHM itu yang luas totalnya 11.240 m2. Berarti, tanah 11.240 m2 di kawasan tumbuh cepat dijadikan “jaminan kredit”, tetapi ketika menjadi “kredit macet” hingga lahir pihutang negara lebih Rp 33 Milyar “obyek Tanah Jaminan” itu malah dilelang Rp 1.892.000.000 atau terbayar 5,68 % saja, entah bagaimana sisanya Rp 31.402.079.542,87 atau 94,32 % yang merupakan kewajiban hukum bagi PT LEP. Hanya menurut dia, dalam perkara ini pihaknya masih fokus melihat “surat kuasa palsu tgl 14 Juni 1974” yang dibuat “seakan-akan dari Saut bin Perin kepada IS” padahal ternyata “Pemberi Kuasa itu sudah meninggal dunia lebih 7 (tujuh) tahun” sebelumnya. Lebih-lebih nilai kepalsuan pada surat kuasa itu dinyatakan secara eksplisit dalam “putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap” tentu tak butuh pembuktian berlarut. Alasan fokusnya, kata Taufiq menjelaskan, surat kuasa palsu itu melahirkan SHM No. 281/Gapura Muka Surat Ukur No. 521/1974 sebagai hasil “konversi tanah Girik C No. 643 seluas 10.335 m2 milik almarhum Saut bin Perin” disusul serangkaian perbuatan hukum sampai penerbitan “ke-3 HM No.33, No.34 dan No.35/Cakung Timur di RT 005/RW 006 Cakung Timur” yang kemudian dijadikan jaminan kredit akhirnya dilelang dan dimenangkan JDj tetapi “dipakai menguasai tanah Girik C No. 1444 seluas 9.817 m2 di RT 011/RW 006 Cakung Timur Jln Raya Cakung Cilincing milik Asmat”, sehingga merugikan ahliwarisnya Ridwan Dkk. Rangkaian peristiwa hukum ini, tukasnya lagi, sudah disampaikan secara detil kepada Kabareskrim melalui suratnya No. 12/Smr&R-Huk/VIII/2022 tgl. 29 Agustus 2022 dengan tembusan bagi semua pejabat instansi/lembaga berwenang dengan prihal tentang “laporan pengaduan dugaan tindak pidana psl 263 ayat (1) jo psl 266 ayat (1) KUHP”, diserahkan hari Kamis 22 September 2022. “Alhamdulillah sudah ada respons Kabareskrim, beberapa hari lalu dihubungi Satgas Antia Mafia Tanah, hanya berhubung terhalang ada keluarga yang sakit, insya allah sehari-dua ke depan saya akan datang berikan klarifikasi biar proses hukum perkara ini segera jalan agar barang siapa saja yang terlibat dituntut mempertanggungjawabkan perbuatannya, dan yang tak kalah penting hak Klien kami pulih kembali duduk pada tempatnya”, demikian Taufiq sekaligus mengakhiri pembicaraan.[ Red/Akt-13/Munir Achmad ] AktualNews
Sumber: