Tentang Tanah Dati Tumalahu Di Kota Ambon, LBHNU : Pemegang SHM EV 986 Jangan Mentang-Mentang

Tentang Tanah Dati Tumalahu Di Kota Ambon, LBHNU : Pemegang SHM EV 986 Jangan Mentang-Mentang

Samra (berdiri) bersama H. Royandi Haykal (mantan Ketua LPBHNU) di Lt-5 Gedung PBNU   Maluku, AktualNews-Hamparan lahan seluas lebih 99 Ha, mulai Gardu PLN di Belakang Pertokoan Batumerah sepanjang pesisir pantai sampai ‘Kali Mati’ antara Kompleks Direktorat Sabhara Polda Maluku dan Oditurat Militer mengarah ke ketinggian Kebun Cengkih menyusuri pesisir Kali Mati itu lewat belakang Kantor BPN dan Kampung Kolam sampai belakang Perumahan DPRD Provinsi Maluku lalu turun mengikuti alur Kali Mati sampai Galunggung dan turun lagi melewati Makam Anak-Cucu Diponegoro, seanteromya adalah Dusun Dati Tumalahu milik almarhum moyang Tahir Nurlete yang anak-cucu keturunannya sekarang meliputi Abas Nurlete Dkk, dengan kata lain bukan tanah negara eks eigendom 986. Selain Abas selaku “Kepala Dati” berdasarkan limpahan dari almarhum Jafar Nurlete atas dukungan “Anak-anak Dati dan Tulung-Dati”, maka dalam “golongan ahli waris yang berhak” meliputi “anak-anak Dati” dan “tulung Dati” terdapat pula Imran Nurlete pensiunan PLN, M. Saleh Nurlete bekas Ketua APKLI Kota Ambon, Tahir Mukadar, dan lain-lain. Kecuali bukti-bukti historis (meliputi : Register Dati, dll), maka status hukum hamparan tanah ini diatur melalui putusan hakim yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Saat perkaranya digelar di Pengadilan Negeri Ambon, tgl 23 April 1998 Majelis Hakim bersama para pihak dan saksi-saksi turun menyelenggarakan sidang Pemeriksaan Setempat (Gerechtelijke Plaatsopneming) di atas tanah Obyek Sengketa dengan menempatkan patok-patok tanda batas tanah sebanyak 19 (Sembilan belas) buah sekaligus dibuatkan “sketsa Tanah Sengketa”, maka oleh karena itu letak luas dan batas-batas tanahnya jelas dan terang. Keterangan lugas tentang kawasan lahan yang meliputi sebagian wilayah adat Negeri Batumerah serta wilayah administrasi Kelurahan Pandan Kesturi ini dikemukakan SamraKetua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Nahdlatul Ulama (LPBHNU) Wilayah Maluku. Eksekusi penyerahan atas tanah ini sebagai Obyek Sengketa telah dilakukan eksekutor Pengadilan Negeri Ambon pasca putusannya memperoleh kekuatan hukum tetap, setelah lebih dahulu diberikan “aanmaning” namun tidak dihadiri Menteri Agraria/Kepala BPN RI cq Kakanwil BPN Provinsi Maluku cq Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon selaku “Turut Tergugat”, juga disusul “Sita Eksekusi”. Malah, lanjut dia, karena sekian lama putusan inkracht itu sengaja diabaikan pejabat-pejabat instansi Agraria/BPN malah terus melakukan aneka-ragam perbuatan hukum atas tanahnya maka Pengadilan Negeri Ambon telah melayangkan surat No. W.27-U.I/316/HK.02/III/2014 tgl 10 Maret 2014 kepada Menteri Agraria/Kepala BPN cq Kakanwil BPN Provinsi Maluku cq Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon yang berisi arahan agar sebagai warga negara yang baik hendaknya mematuhi putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Amar putusan Pengadilan Negeri Ambon, tandas Samra lagi, secara gamblang menyatakan tanah itu adalah Dusun dati Tumalahu milik almarhum moyang Tahir Nurlete, kemudian pada tingkat banding “dikuatkan” Pengadilan Tinggi Maluku, selanjutnya dimohon kasasi oleh “Sintje Elisabet Simau anak/ahli waris Tan Sie Lae” Tergugat/Pembanding yang mengklaim dirinya selaku pemilik Eigendom 986 tetapi dalam putusannya dinyatakan “tidak dapat diterima” karena tidak diajukannya memori/ risalah kasasi menyimpangi ketentuan acara yang berlaku. Putusan berkekuatan hukum tetap ini sempat dimohon Peninjauan Kembali oleh Menteri Agraria/ Kepala BPN cq Kakanwil BPN Provinsi Maluku cq Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon selaku Turut Tergugat II ternyata Mahkamah Agung RI dalam amar putusannya No.  24 PK/Pdt/2005 tgl 26 September 2005 malah menyatakan Menolak Permohonan Peninjauan Kembali tersebut. Tidak aneh, tambah Samra, sebab sebelumnya tanah ini diperlakukan seakan-akan tanah negara eks eigendom 986 milik Tan Sie Lae Dk sehingga penguasaannya dilakoni oknom-oknom instansi Agraria/BPN di Maluku, tetapi “fakta hukum” yang terungkap ketika perkaranya digelar seperti terurai dalam “pertimbangan hukum putusan” menyatakan eigendom tersebut tidak mampu dibuktikan baik oleh Tergugat, Sientje Elisabet Simau ahli waris Tan Sie Lae Dk” begitu juga Menteri Agraria/Kepala BPN cq Kakanwil BPN Provinsi Maluku cq Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon selaku Turut Tergugat. Karena Menteri Agraria/Kepala BPN cq Kakanwil BPN Provinsi Maluku cq Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon “terlibat langsung sebagai pihak dalam perkara”, maka menurut hukum wajib tunduk mematuhi putusan itu, dan bagaimana putusan serta statusnya yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) tentu tahu dengan jelas tak perlu menunggu lagi adanya pemberitahuan sebagaimana psl 55 (1) PP No. 24 tahun 1997, lagi pula Pengadilan Negeri Ambon selaku “eksekutor” telah mengiriminya dengan surat berisi arahan agar tunduk mematuhi putusan. Namun ironisnya, sekian lama hamparan tanah seluas lebih 99 Ha ini masih terus diletakkan dalam penguasaan oknom-oknom pejabat Kantor Pertanahan Kota Ambon sambil terus melakukan macam-macam perbuatan hukum mulai pemecahan dan pemisahan hak sampai penerbitan hak baru dengan menerbitkan sertifikat. Sebaliknya, semua permohonan penerbitan hak dan sertifikat hak dari orang-orang yang mendapat hak dari Jafar Nurlete (almarhum) Dkk selalu ditolak dan tidak pernah mau diterima seakan-akan apa-apa saja yang dilakukannya itu dibenarkan menurut hukum. Sepenggal komentar Samra tentang sepak terjang Kantor Pertanahan Kota Ambon yang dilontarkan dengan ekspresi serius berbunyi : kami memiliki bukti otentik, bahwa sampai bulan Desember 2020 Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon menerbitkan hak milik kepada seseorang diiringi penerbitan sertifikat hak milik, disamping perbuatan-perbuatan hukum lainnya. Ini kan tergolong tindak pidana, sebab BPN tahu tanah itu hak adat Dusun Dati Tumalahu, tetapi malah diberikan hak milik dengan menerbitkan sertifikat hak milik kepada seseorang lain di luar pengetahuan Abas Nurlete selaku pihak yang berhak seakan-akan perbuatannya itu dibenarkan menurut hukum. Lebih lanjut dituturkan, pada bulan November 2020 pihaknya menyampaikan “rekomendasi” kepada Ketua Mahkamah Agung RI terkait perkara di atas tanah Dusun Dati Tumalahu. Rekomendasi itu, menurut Samra, gara-gara gugatan Mientje Simau memakai SHM No. 17 dari tanah negara dengan menggugat La Padu Ode Ma’ruf Dkk warga Kapaha-Bawah sebanyak 6 KK didalamnya terdapat AKP Soleman (anggota Polri yang sekarang menjabat Kasat Reskrim pada Polres MBD di Tiakur). Argumentasi hukum suratnya itu, tutur Samra lagi, tanah itu adalah bagian Dusun Dati Tumalahu yang dilindungi putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, lagi pula putusannya bersifat positif sudah memutus obyek sengketa sebagai Dusun Dati Tumalahu, maka putusan terhadap gugatan Mintje Simau dengan SHM No. 17 dari tanah negara harus dinyatakan “tidak dapat dilaksanakan (non ecsecutabel)”, begitu juga dengan lain-lain putusan sepanjang memakai dasar sesuatu “hak dari tanah negara eks eigendom 986”. Fundamentalnya, jangan mengesankan ibarat sebuah lapangan sepak bola sudah ada putusan yang inkracht menyatakan seutuhnya tanah A, lagi pula dilengkapi sketsa dengan patok-patok batas yang tegas, tetapi kemudian lahir putusan lain menyatakan sepenggal tanahnya seolah-olah tanah B atau penggalan dari tanah B, hal ini tentu “sangat potensial menampilkan peradilan sebagai pencetus ketidakpastian hukum” di dalam masyarakat. Alhamdulillah, urainya lanjut, Mahkamah Agung merespon melalui suratnya No. 2067/PAN/HK.02/11/ 2020 kepada Ketua Pengadilan Tinggi Ambon agar ditindak lanjuti, dan tembusannya kepada LPBHNU Maluku bersama La Padu Ode Ma’ruf Dkk sudah diterima sejak awal Desember 2020. Berangkat dari surat itu, pihaknya memasang “papan pemberitahuan” bahwa tanah seluas 1.050 m2 yang digugat Mintje Simau itu bukan tanah negara melainkan bagian tanah hak adat Dusun Dati Tumalahu dan berada dibawah pengawasan LPBHNU Maluku selaku “Kuasa Hukum”. Susul setelah itu disampaikan lagi surat berisi “rekomendasi” kepada Menteri ATR/Kepala BPN RI No. 04/LPBHNU.Mal-Huk/IV/2021 tgl 3 April 2021 diserahkan langsung hari Kamis 20 Mei 2021 agar menginisiasi pembatalan dan penghapusan hak-hak yang dahulu diterbitkan pada tanah seluas lebih 99 Ha itu, terutama karena sudah sekian lama orang-orang yang mendiaminya berdasarkan hak dari Jafar Nurlete Dkk tak henti-henti dikejar para pemegang sertifikat menuntut pembayaran harga tanah sering juga menampilkan orang-orang memakai macam-macam tekanan’sampai “ancaman bongkar rumah”, lagi pula diamini bahkan sering diback-up oknom-oknom Agraria/BPN setempat, namun sampai bulan November 2021 atau selang 6 (enam) bulan tidak ada tanggapan atau konfirmasi. Akhirnya, diambil keputusan menyampaikan “Laporan Pengaduan” kepada Kepala Kepolisian RI di Jln Trunijoyo No. 3 Jakarta Selatan melalui suratnya no. 14/LPBHNU.Mal-N.Lit/II/2021 tgl 14 Oktober 2021 dilampiri bukti-buktinya diserahkan hari Rabu 17 November 2021. Sukur Alhamdulillah pula, tambahnya, hanya selang beberapa hari Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sudah menyampaikan respon melalui surat No. B/8354/X/RES.7.4/2021/Bareskrim tgl 29 November 2021 kepada Kapolda Maluku dengan tembusan pula kepada pihaknya, yang berisi arahan agar direspon dan ditindaklanjuti sesuai peraturan dan hukum yang berlaku. Hanya gara-gara dipadati agenda-agenda prioritas lainnya, maka untuk menindaklanjuti surat Kapolri itu pihaknya dari LPBHNU Maluku baru sempat datang langsung menemui Direktur Reskim Umum Polda Maluku, Kombes Andi Iskandar, pada hari Selasa 22 Maret 2022 lalu untuk mendiskusikan kesiapannya mengajukan “Laporan Polisi”, selanjutnya menemui Panitera Pengadilan Tinggi Maluku pada hari Kamis 21 April 2021 menstressing surat Mahkamah Agung RI. Sesudah itu pun kelanjutannya lagi-lagi terpaksa ditangguhkan lagi karena beberapa agenda prioritas harus didahulukan, namun ditargetkan akan segera diajukan dalam waktu dekat. Oleh karena itu dengan tegas dia menghimbau barang siapa saja yang memegang sesuatu sertifikat entah Hak Milik atau pun hak-hak lain, agar “jangan mentang-mentang”, begitu juga kepada pihak Pengadilan mau pun Kepolisian diharapkan “tidak asal”. Putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap telah mendeklarasikan tanah ini Dusun Dati Tumalahu berarti secara konstitutif ‘tanah negara eks eigendom 986 itu sesungguhnya tidak ada dalam sistem hukum di negeri ini, hanya terkesan dibiarkan bahkan sengaja dipelihara oknom-oknom Agraria/BPN setempat, tetapi ada keniscayaan, tak lama lagi setiap orang yang terlibat dalam peristiwa ini akan segera dituntut. Hal penting yang patut diingat, tutur Samra pada akhir keterangannya, PP No. 24 tahun 1997 psl 32 ayat (1) menyebut sertifikat sebagai bukti hak yang kuat, tetapi batas kekuatannya itu dijelaskan lagi pada bagian penjelasan, yaitu, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya, sedangkan hak Abas Nurlete Dkk atas hamparan tanah ini bukan saja didasarkan atas bukti-bukti historis melainkan malah dilindungi putusan Hakim yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap.[ Red/Akt-13/Munir Achmad ]

 
AktualNews
 

Sumber: