Jakarta, Aktual News-Belum lama ini ruang bincang masyarkat tengah diramaikan sebuah fenomena absurd, yang telah dipertontonkan ke publik dan disaksikan banyak mata. Baik dari edaran berita cetak, online, atau pun stasiun tv. Hampir semua lensa kamera menyoroti tokoh sang pedofil, Syaiful Jamil. Siapa tak kenal, penyanyi dangdut yang divonis hukuman kurungan pada 2016 lalu atas dua kasus, yaitu kejahatan seksual fedofilia dan suap atau penyogokan pada pengadilan yang menangani kasusnya, sungguh perbuatan memalukan dilakukan seorang sosok publik figur. Akibat pebuatan asusilanya, Syaiful harus mendekam di penjara selama 5 tahun. Setelah mendapat remisi hingga 30 bulan, akhirnya Syaiful Jamil dapat menghirup udara segar, ia dibebaskan pada tanggal 2 September 2021 dari lapas Cipinang. Namun, alih-alih di kecam atas perbuatan laknatnya, justru ia disambut meriah bak seoarang pahlawan oleh para penggemarnya. Tak kalah menarik, tatkala ada sebuah berita dengan headline “berhati lembut, Syaiful Jamil tidak dendam pada DS yang telah membuatnya dipenjara. Seolah-olah Syaiful Jamil adalah korban, dan sang pelapor adalah pelaku yang menzaliminya. Sedangkan pada kenyataanya, kemungkinan besar korban mengalami traumatik yang berkepanjangan, bisa stres, depresi, atau bahkan berbuat hal yang mencelakai diri. Lantas, wajar memang peristiwa itu mengundang kontroversi dari sebagian masyarakat yang menjunjung tinggi hati nurani. Tak berhenti sampai di situ, usai aksi penyambutan yang terkesan berlebihan dan tidak menghargai perasaan korban dan keluarganya, publik kembali dibuat pro-kontra pada sederet kabar pekerjaan dalam tayangan stasiun televisi yang turut serta mengundang pria yang biasa disapa Bang Epul ini kembali untuk berperan di ranah hiburan. Tentang hal itu, beberapa dari kalangan artis ikut angkat bicara, juga tak tertinggal jurnalis ternama, Najwa Shihab yang ikut mengkritisi serta memberikan opininya perihal bahayanya jika mantan pedofil ini hadir kembali hadir dilayar kaca. Menurutnya, jika itu terjadi maka kejahatan seksual akan dianggap “maklum,” demikian itu tak akan membuat pelaku jera sama sekali. Bang Epul tampak sama sekali tak menunjukkan empati bahwa di tempat lain ada orang yang mungkin masih tersakiti hingga sekarang, seakan tanpa beban moral, ia dengan gembiranya melempar tawa lebar tatkala sekelompok orang menyambutnya bak pahlawan yang baru pulang dari medan perang. Tapi, euforia itu tak berlangsung lama. Pasalnya, hanya berselang beberapa hari saja tawa Epul mendapat kecaman dari khalayak. Menyusul bebasnya dari bui, sudah sebanyak 450 juta orang ikut menandatangani petisi pemboikotan mantan penyanyi dangdut tersebut. Dengan tak sedikit pun berniat untuk memutuskan rejeki seseorang, masyarakat juga memang dituntut bijak dan turut serta untuk sebuah peradaban. Karena sejatinya, seiring berkembangnya era digital, netizen adalah kasta tertinggi untuk memilah dan memilih dalam mengambil tidakan untuk sebuah keputusan yang besar. Dengan banyaknya sindiran, kecaman, dan aksi kontroversi yang menjadi viral, seharusnya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sejak awal sudah bisa mengantisipasi kemungkinan kembali tampilnya Syaiful di layar kaca televisi. Keresahan masyarakat yang timbul karena hal itu dapat dijadikan pertimbangan bagi KPI untuk mengevaluasi dan atau tak memberi celah Bang Epul kembali berkarir di pertelevisian. Selain dari itu, mengingat tontonan tak sekedar melalui TV, tetapi banyak media sosial yang mudah untuk dijelajahi, akan sangat baik ketika masyarakat mulai cerdas dengan memboikot pelaku pedofil ini secara mandiri. Seperti contohnya, melewatkan, blokir, atau unfollow akun media sosial sang pelaku, sehingga segala tentangnya tak lagi menjadi tontonan yang diteriam publik. Dengan demikian, media akan tahu, hal apa saja yang pantas dijadikan tontonan dan apa saja yang sudah tak lagi layak tayang. Hal tersebut bukanlah aksi menghakimi, sebab pada dasarnya ia telah menerima konsekuensi atas kesalahnnya sendiri. Hanya saja, kehadirannya kembali di jagat hiburan dikhawatirkan akan menimbulkan asumsi baru bagi masyarakat awam, akan sangat disesali jika kejahatan mulai dianggap wajar. Lain dari itu, dengan memberi panggung pada mantan pedofil tersebut, akan berdampak besar pada kejahatan seksual, dimana para pelaku akan terbebas dari rasa malu dan kecaman, sehingga hal demikian angka pelecehan akan meningkat seakan diberi toleran. Kemudian, menyikapi persoalan agamis pada diri sebagian pendukung dan penggemar Bang Epul masih terlalu fanatik yang berbalut dengan kata “semua manusia punya dosa,” dan itu, tak salah alias kalimat itu dibenarkan. Hanya saja pada kehidupan beragama-pun, meliputi semua hukuman atas dosa, ada tingkatannya. Seperti halnya dosa besar dan kecil. Begitu pun dalam memberlakukan hukuman, ada yang berat atau masih biasa, suasai dosa masing-masing. Hanya saja, sebagai masyarakat yang beragama dan bernegara, dan tentunya bijak dalam mengkritisi sebuah problema, seharusnya para penggemar Syaiful Jamil lebih meraba perasaan korban, dan mendalami apa itu seksual pedofilia? Terlebih memikirkan bagaimana kalau pelecehan tersebut menimpa pada sanak suadara kalian? Mampukah memaafkan dan melupakan nahas itu, kemudian berdamai dengan semesta karena sang penjahat diagungkan seperti raja? Sudah tentu dapat ditebak, adalah kondisi yang tak mudah bagi siapa pun melupakan begitu saja dan memaafkannya. Siapapun sepakat, korban pelecahan tidak akan pernah mampu melupakan nahas yang menimpanya, dan tentunya, akan berdampak besar bagi kehidupannya di masa depan. Dengan demikian, akan sangat adil apabila pelaku tak perlu lagi membayangi hidupnya dengan tampil di layar kaca, Apalagi menjadi idola. Sejatinya tontonan bukan semata hiburan, diharapkan lebih dari dapat menjadi tuntunan. Oleh karena itu, pilihan tokoh yang baik akan sangat berpengaruh pada nilai sebuah peradaban sosial, terelebih pertelevisian. Meninjau dari beberapa hal terkait bebasnya Syaiful Jamil yang diundang sebagai bintang tamu di sejumlah stasiun televisi memantik berbagai polemik, KPI menyikapi aduan sentimen dan respon negatif masyarakat, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, angkat bicara. Ia berharap agar lembaga penyiaran memahami sensitivitas dan etika kepatutan publik terhadap kasus yang telah menimpa yang bersangkutan sekaligus tidak membuka kembali trauma yang dialami korban. (pikiran rakyat.com melaluikpi..go.id. senin, 6 September 2021). Sehingga jalan yang diambil KPI dalam kasus Syaipul Jamil adalah mengecam glorifikasinya. Sementara untuk tayang di layar pertelevesian, KPI hanya membatasi, dengan catatan sebagai tayangan edukasi bahaya predator. Dengan demikian, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, Agung Supriyono menuturkan bahwa KPI tidak mengesampingkan HAM, melainkan hanya membatasi mantan penyanyi dangdut tersebut dalam mengekpresikan diri di depan publik dalam ranah hiburan, tak lain adalah demi untuk tontonan yang lebih bermoral. Namun demikian, menjadikan Syaiful sebagai penyuluh moral adalah sesuatu yang jauh dari diharapkan masyarakat. Sebab masyarakat paham, bahwa sebuah ilmu tidak hanya sebatas mentranfer tentang pengetahuan, tapi lebih dari itu, penting bagi sosok penghulu sebuah keilmuan untuk sekaligus dapat memberi contoh atau tauladan. Masyarakat tidak dapat dipaksa supaya bersedia menerima Saiful Jamil sebagai individu yang dipercaya mengedukasi publik tentang predator seksual. Di lain sisi Agung sendiri juga sangat menyesalkan atas sikap Syaiful Jamil, yang terkesan merasa tak berdosa, dan tidak meminta maaf kepada korban. Malah Saiful terkesan memposisikan dirinya adalah pihak yang dirugikan, dan bahkan Epul tanpa ragu mengatakan “saya maafkan, “ yang dapat dikatakan adalah sebuah pernyataan yang tak masuk akal. Sedangkan KPI menurut Agung dalam mengambil keputusan, pihaknya juga melihat referensi dari luar negeri, pelaku kejahtan seksual dibatasi, bahkan dipasangi pelacak, karena perilaku sperti ini bisa muncul kembali. Sementara itu di lain pihak, Saipul Jamil sendiri tak ambil pusing menanggapi petisi ajakan untuk memboikot dirinya dari tontonan hiburan, baik youtube atau pun di layar televisi. Bukan sebuah penyesalan, atau untaian kata maaf, Saipul justru menegaskan sikap kecewanya pada petisi tersebut, dalihnya hal itu hanya membatasinya dalam mencari nafkah dan rejeki.. “Biarin aja, orang mau cari makan kok dibikin petisi. Emang dia mau kasih makan gue?” ucap Ipul, dikutip dari tayangan infontaiment Selebrita Pagi, Trans-7, Sabtu (4/9). Dilansir dari tabloidbintang.com. Dengan demikian, dapat disimpulkan, pemboikotan Saipul Jamil di ranah hiburan adalah hal yang seharusnya dibenarkan. Hal tersebut meninjau dari sisi kelam sebagai pedofil, juga sebagai tindak sikapnya yang sama sekali tak merasa bersalah, bahkan seakan menentang publik dengan apa yang ia tuturkan. [ Red/Akt-42/ Dristy ] Aktual News
Dristy Aulia-Pedofilia Jadi Idola Bagaimana Nasib Anak Bangsa ?
Senin 20-09-2021,21:10 WIB
Editor : Aktual News
Kategori :