Bogor, Aktual New s-Sebagai wadah pemersatu organisasi kewartawanan, Majelis Pers akhirnya kembali gaungkan fungsinya sebagai kontrol kinerja Dewan Pers. Hal itu dikatakan sejumlah ketua umum organisasi kewartawanan dari berbagai lembaga dalam acara Temu Wicara dan Diklat Jurnalis yang dilaksanakan Forum Wartawan Jakarta (FWJ) Indonesia, di Wisma Arga Muncar Bogor (27/6/2021).
Kegiatan yang di inisiasi FWJ - Indonesia bersama delapan organisasi kewartawanan Nasional, yakni KWRI, AWDI, KO-WAPPI, AWPI, Aliansi Wartawan Indonesia (AWI), pendiri IPJI, dan IWARI telah menghasilkan kesepakatan bersama menjadi Pers Bermartabat. Sekjen Majelis Pers dan juga sebagai Ketua Umum KWRI Ozzy Sulaiman Sudiro yang diwakili Budi Wahyudin selaku Ketua umum AWDI, Mustofa Hadi Karya selaku Sekretaris Eksekutif Majelis Pers, Dewan Penasehat FWJ-Indonesia Djoko Irianto, dan beberapa pelaku perumus Kode Etik Jurnalistik lainnya, yakni Hans M Kawangian, Adji, dan Waketum AWPI Ardhi Solehudin.
Diklat jurnalis yang juga dihadiri puluhan wartawan dari berbagai media dan berbagai wilayah ini telah menyusun langkah-langkah untuk mengedepankan etika profesi sehingga muncul Lembaga Diklat Profesi (LDP) menuju pers bermartabat. Hal itu dikatakan ketua lembaga profesi KOWAPPI Adji dalam keterangannya sebagai pembicara.
Melatari hal itu, kata Adji, Majelis Pers menilai kedudukan Dewan Pers selama ini dianggap tak mampu membangun kepribadian wajah pers Indonesia, bahkan dinilai lebih kepada penyekatan ruang gerak jurnalis dan media dalam melakukan fungsi kontrolnya. "Dengan LDP, kita yakin dapat di ikuti semua kawan-kawan wartawan, karena tingkatan atau greatnya dapat dikontrol melalui materi, sehingga terarah pada object pencapaian yang di inginkan. "Kata Adji.
Landasan sejarah Majelis Pers Indonesia diyakini dapat memberikan angin segar bagi perubahan dinamika perkembangan media dan jurnalis di Indonesia. Dalam keterangannya, Hans M Kawangian merupakan orang yang ikut andil dalam perumusan kode etik jurnalis pada Agustus 1999 itu menyebut kedudukan Majelis Pers sangat vital dan memiliki peran penting dalam pengembalian hak-hak pers.
Bahkan dia mengulas setelah dibubarkannya dewan pers paska reformasi tahun 1998. Maka Majelis Pers lah yang berjuang menghidupkan dsn membentuk kembali Dewan Pers. Ia merinci, persoalan dewan pers saat itu merupakan parameter corong politik pemerintah sehingga lembaga pers tersebut dijadikan indikator boneka para elit.
"Pembubaran dewan pers paska reformasi tahun 1998 adalah satu contoh regulasi yang buruk.bagi tatanan dewan pers saat itu, dimana kami akhirnya melakukan gerakan bersama 26 organisasi kewartawanan dan membentuk Majelis Pers Indonesia untuk mengembalikan kepercayaan publik dengan menghidupkan kembali dewan pers. "Jelas Hans.
Mendorong hal itu, senior wartawan Eks Jawa Pos yang juga sebagai Ketua Dewan Penasehat Forum Wartawan Jakarta (FWJ) Indonesia Djoko Irianto mengulas pers adalah profesi yang sangat mulia. Kemuliaan itu menjadi dasar penyampaian informasi melalui karya tulisnya dan tersaji untuk konsumsi publik.
"Sejatinya fungsi pers merupakan corong mencerdaskan kehidupan bangsa. Tak terlepas dari ini, pers juga memiliki peran penting sebagai pengawasan dan kontrol penggunaan anggaran Negara. Oleh karenanya, ketika pejabat publik ditemui adanya dugaan penyimpangan, maka pers berkewajiban melakukan fungsinya, meski fakta dilapangan kerap terjadi pengancaman, dan intimidasi bahkan sampai mengakibatkan pembunuhan terhadap wartawan. "Ujarnya.
Investigasi yang harus diterapkan disebutkan Djoko harus merunut pada perspektif hukum, arah hukum, dan tetap pada konteks dasar-dasar jurnalis dengan tidak meninggalkan kode etik jurnalisnya. "Pemberitaan kasus yang tergolong sebagai hot news tergadang menjadi ancaman bagi wartawan, dan keluarganya. Disinilah peran dewan pers harus hadir untuk melakukan perlindungan terhadap wartawan tanpa pilih kasih dan tebang pilih. "Sindirnya. [ Red/Akt-03 ]
Aktual News