Trauma, Warga Taliabu Surati Presiden Dan Kapolri Minta Perlindungan Hukum

Rabu 22-05-2019,16:39 WIB
Reporter : Aktual News
Editor : Aktual News

Harnaya   Maluku, Aktual News -Gara-gara merasa trauma dengan pengalaman buruk yang dialami secara beruntun sejak beberapa tahun lalu menghadapi PT Adidaya Tangguh selama mengajukan tuntutan ganti-rugi pengrusakan tanah dan tanaman perkebunan milik warga Pulau Taliabu Maluku Utara, Harnaya, salah seorang warga korban yang sudah beberapa bulan ini berada di Jakarta akhirnya menyurati Presiden Joko Widodo meminta perlindungan hukum. Tidak tanggung-tanggung, suratnya itu ditujukan langsung kepada Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersama Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) RI, bahkan diiringi tembusan antara lain kepada Ketua Komisi III DPR RI dan Ombudsman RI bersama unit-unit Kepolisian RI di daerah mulai Kapolda Maluku Utara dan Kapolres Sula sampai Kapolsek Taliabu di Bobong dan Komandan Pos PAM Polisi di Taliabu. Kabar tentang permohonan perlindungan hukum dari Presiden dan Kapolri ini dibenarkan Harnaya ketika ditemui media ini di bilangan Kramat Pulo Jakarta Pusat, sore hari Senin (20/5). Begitu dimintai konfirmasinya, Harnaya secara spontan dengan nada tandas mengatakan : “Iya betul, kabar itu tidak salah Bang. Karena saya memang sudah trauma berhadapan dengan oknom-oknom polisi di Taliabu pada saat kita tampil menuntut kerugian akibat pengrusakan tanaman-tanaman cokelat, pala, dan lain-lain gara-gara penggusuran lahan secara sesuka-hati oleh perusahaan. Padahal penggusuran itu tanpa suatu pemberitahuan lebih dahulu bagi kami pemiliknya dan tanpa memperlihatkan peta lahan agar kita tahu sampai di mana saja batas lahan yang didapat izin oleh perusahaan, malah sebagiannya dilakukan dengan mengerahkan alat-alat berat pada malam hari”. Untuk menjelaskan keterangannya itu, dia kemudian mengeluarkan hasil printout beberapa berita media yang memberitakan bagaimana ulah oknom-oknom polri di Taliabu saat berhadapan dengan aksi-aksi masyarakat. Salah satu antara lain media www.kpa.or.id yang diterbitkan Konsorsium Pembaharuan Agraria, mengangkat sebuah berita berjudul “Tolak Tambang Biji Besi Dan Usut Peristiwa Brutalisasi Brimob”, isinya mengungkapkan tindakan brutal oknom-oknom brimob dipimpin Kapolres Sula saat menghadapi aksi warga yang memasang Palang Jalan pada tgl 23 Pebruari 2017. Susul satunya lagi media www.Anarkis.Org edisi 1 Maret 2017 menayangkan berita berjudul “Kejahatan Tambang Biji Besi di Pulau Taliabu”, yang mengungkapkan kemelut hari itu Kamis 23 Pebruari 2017 dengan merunut pula rangkaian panjang sejumlah peristiwa-peristiwa tragis yang terjadi sebelumnya. Lantas media Antara Maluku edisi Selasa 2 Mei 2018 mengangkat berita berjudul “Massa Desak WIUPP PT Adidaya Tangguh Dicabut”, yang isinya memberitakan ratusan massa dari ke-3 kecamatan Lede, Taliabu Barat Laut dan Taliabu Barat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Tani Taliabu (AMTT) turun menggelar aksi di depan Kantor Bupati dan Kantor DPRD Kabupaten Taliabu di Bobong dengan tuntutan “mencabut Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang diberikan kepada PT Adidaya Tangguh. Ditanyakan tentang ulah oknom-oknom Polisi yang diberitakan ini, Harnaya mengaku, bersama dia sekarang ada 3 (tiga) orang warga korbannya yang sama-sama datang ke Jakarta, oleh karena itu bisa diperhadapkan kapan dan di mana saja apabila memang dibutuhkan. Dikatakan, maksud suratnya itu, pertama Presiden memperoleh gambaran komprehensif dan detil mengenai kasus ini beserta dampaknya bagi warga Taliabu dan akhirnya mau melakukan intervensi agar kemelut ini bisa segera diselesaikan perusahaan dengan membayar kerugian atas tanaman-tanaman produksi yang rusak atau musnah sehingga tidak berproduksi lagi selama bertahun-tahun. Begitu pula Kapolri bersama Kompolnas, agar melakukan pengawasan ketat terhadap jajaran polri di daerah jangan ada lagi oknom-oknom polisi yang mengulangi arogansinya ketika berhadapan dengan warga Korban bila datang menuntut kerugiannya dari pihak perusahaan. Apalagi dia bersama warga lainnya nyata-nyata ditimpa kerugian perdata akibat musnahnya ribuan pohon cokelat dan lain-lain yang merupakan sumber pencaharian utama, sedangkan tindakan perusahaan yang mengakibatkan timbulnya kerugian itu justru mengandung indikasi tindak-pidana kekerasan terhadap barang. Selain itu, diharapkannya segenap pimpinan unit-unit Polri hingga lapis paling bawah terutama di ibukota Jakarta sudah tahu secara jelas tentang kasus ini, sehingga bila kelak langkah-langkah hukumnya ini mau direkayasa oleh pihak-pihak tertentu untuk mengkriminalisasi dirinya, tidak akan diikutinya melainkan dikesampingkan saja. Menurut Harnaya, penggusuran membabi-buta ini merusak dan memusnahkan tanaman-tanaman produksi milik warga dalam jumlah besar sudah sejak tahun 2013 lalu sehingga banyak masyarakat Taliabu mengalami penurunan kemampuan produksi secara drastis sudah bertahun-tahun lamanya, tetapi perusahaan hanya bisa memberikan janji-janji yang kemudian ternyata dikhiantinya sendiri. “Bayangkan saja ribuan pohon cokelat pala dan cengkih rusak dan musnah tidak lagi berproduksi sejak bertahun-tahun lalu gara-gara aktivitas penambangan, padahal hasil-hasil tanaman ini merupakan tumpuan penghidupan kami warga Taliabu”, kata Harnaya tandas. Penggusuran yang bermotif kekerasan terhadap barang ini, katanya, telah mengakibatkan produksi kami warga Taliabu selaku Petani/Pekebun mengalami penurunan drastis sudah bertahun-tahun, tetapi anehnya, di daerah seakan-akan tidak ada kekuatan yang mampu menghentikan arogansi perusahaan bukan saja Bupati dan DPRD Kabupaten Taliabu di Bobong melainkan juga Gubernur dan DPRD Provinsi Maluku Utara di Sofifi. Oleh karena itu, tambah Harnaya lagi diakhir pembicaraan, melalui suratnya itu diharapkan Presiden Jokowi dan Kapolri Tito bersama Kompolnas mau pun lain-lain pejabat instansi berwenang yang diberikan tembusan mau menunjukan keberpihakan bagi dirinya bersama sekian banyak warga Taliabu sebagai bagian anak-anak bangsa yang telah bertahun-tahun ini dililit nestapa gara-gara sepak-terjang perusahaan seakan-akan tanaman-tanaman produksi hak-milik mereka dapat dirampas dan dimusnahkan secara sewenang-wenang. Setidak-tidaknya dia bersama rekan-rekannya dijauhkan dari tekanan oknom-oknom polisi di Taliabu ketika tampil mengajukan sesuatu tuntutan haknya, dan juga terhindar dari kriminalisasi yang direkayasa.[ Red/Akt-13 ]   Aktual News

Tags :
Kategori :

Terkait