Jakarta, Aktual News-Berkenaan perintah tegas Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo bagi jajaran Polri untuk bertindak proaktif memberantas aksi-aksi para mafia tanah demi memberikan rasa aman dan nyaman bagi warga masyarakat, Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) meminta Kapolres Buru, AKBP Egia Febri Kusuma Wiatmijaya.SIK,MIK segera memerintahkan jajarannya pada Sat-Intel dan Sat-Reskrim untuk mengusut penerbitan sertifikat hak milik (SHM) No. 00427 tahun 2009 di Namlea. Sebab diduga keras, SHM No. 00427 atas nama Dessy Limba ini terbit dari aksi-aksi akrobat yang bernuansa mafisoso.
Permintaan untuk melakukan pengusutan terhadap penerbitan SHM No. 00427 ini disampaikan Soleman AL dari LPBH PBNU yang berkantor di Lantai-5 gedung PBNU Jln Kramat-Raya No. 164 Jakarta-Pusat. Hal ini dikemukakannya ketika mengomentari pertanyaan media ini tentang eksekusi tanah di Namlea pada hari Selasa (30/3) lalu oleh Pengadilan Negeri Namlea.
Sebagaimana telah diberitakan media ini sebelumnya (Baca Berita : ”Peradilan Perlu Segera Disterilkan, Buntut Eksekusi Putusan Bodong Di Namlea”, edisi 2/4), pada hari Selasa (30/3) lalu Pengadilan Negeri Namlea di Kabupaten Buru Maluku melakukan eksekusi terhadap sebidang tanah di bawah kawalan ketat aparat TNI/Polri. Disinyalir eksekusi ini dilakukan terhadap putusan Pengadilan Negeri Ambon No. 19/Pdt.G/2013/PN.AB, padahal obyek eksekusi itu bagian tanah milik Jalal Umaternate Dkk ahliwaris almarhum Halir Umaternate, yang dilindungi putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap No. 938 K/Pdt/2010 tgl 20 Januari 2011 jo No. 24/Pdt/2009/PT.Mal tgl 21 Juli 2009 jo No. 44/Pdt.G/ 2008/PN.AB tgl 26 Pebruari 2009, yaitu sesuai hasil sidang Pemeriksaan Setempat hari KAMIS 13 November 2008.
Mengawali komentarnya ketika menjawab pertanyaan media ini, Soleman mengatakan : “Benar, berita eksekusi itu kami baca juga dari media anda beberapa hari lalu, tetapi sebelum itu detil peristiwanya sudah dilaporkan lebih dahulu oleh Pengurus LPBHNU Provinsi Maluku di Ambon. Laporan LPBHNU Maluku itu juga mengkonstatir keterangan Ketua LPBHNU Kabupaten Buru, Rival Kao. Dari laporan detil itulah kami berkesimpulan ada yang kurang atau terabaikan dalam eksekusi itu, tetapi lepas dari itu obyek eksekusi tersebut perlu diusut pihak kepolisian”.
Eksekusi itu menurut Soleman terlalu terburu-buru, karena nampaknya Pengadilan Negeri Namlea mengabaikan kewajiban normatifnya dalam pelaksanaan putusan (eksekusi), yaitu tidak lebih dahulu meneliti secara saksama, apakah putusan itu benar-benar layak dieksekusi.
Syarat-syarat normatif itu, tandasnya, perlu diteliti lebih dahulu jangan sampai obyek eksekusi itu keseluruhan atau sebagiannya dikuasai pihak lain yang tidak ikut digugat, dan kalau tentang tanah jangan-jangan letak luas dan batas-batas tanahnya tidak benar atau tidak sesuai dictum putusan, apalagi dari laporan yang diperoleh berdasarkan hasil kajian LPBHNU Maluku dalam perkara yang putusannya dieksekusi itu tidak ada sidang lokasi atau sidang Pemeriksaan Setempat sesuai amanah Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 7 tahun 2001 tgl 15 November 2001.
Tetapi lepas dari persoalan eksekusi yang menjadi ranah Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial nanti, kata Soleman melanjutkan, dia melihat Obyek Eksekusi tanah HM No. 00427 tahun 2009 diterbitkan dengan cara-cara yang tidak benar.
Dimintai penjelasan tentang dugaan ketidakbenaran SHM 00427 itu, Soleman mengatakan, hal ini ditegaskan melalui statemen Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Buru ketika digugat Welem Gustaf Limba, ayah dari Dessy Limba, dalam perkara di PTUN Ambon No. 11/G/2013/PTUN.ABN yang putusannya dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari Selasa 8 Oktober 2013.
Dalam eksepsi/jawaban tertgl 24 Juli 2013, tuturnya, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Buru sebagai Tergugat secara tegas antara lain mengatakan tanah itu saat disengketakan di peradilan umum Welem Gustaf Limba/ahliwaris almarhum Johanis Limba selaku Penggugat tidak dapat membuktikan dasar kepemilikan yang sempurna menurut hukum. Bantahan ini kemudian terbukti, sehingga PTUN Ambon dalam pertimbangan hukum putusannya memberikan penegasannya, antara lain, Penggugat Welem Gustaf Limba adalah pihak yang kalah perkara dan akta Hibah yang dijadikan dasar penguasaannya tidak sesuai hukum menurut yang berlaku.
Ini berarti, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Buru tahu persis “tidak ada hubungan hukum tanah dusun ketel Jiku Kecil dengan Welem Limba Dkk ahliwaris almarhum Johanis Limba”, niscaya mustahil ada bagian tanah tertentu dari dusun ketel ini yang diterbitkannya hak atas nama siapa pun diantara mereka.
Kecuali dilihat dari aspek status dan hubungan hukum tanah dusun ketel Jiku Kecil dengan Welem Gustaf Limba serta lain-lain ahliwaris almarhum Johanis Limba, tambah Soleman, SHM No. 00427 atas nama Dessy Limba itu terbit pada saat terlarang menurut PP No. 24 tahun 1997. Sebab, kata dia, penerbitannya tahun 2009 saat perkara terdahulu di Pengadilan Negeri Ambon masih berjalan dengan kata lain “sedang dalam sengketa” dan baru memperoleh kekuatan hukum tetap bertepatan putusannya pada tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung RI hari KAMIS 20 Januari 2011 No. 938 K/Pdt/2010. Kepala Kantor tentu tidak akan mengambil resiko menyimpangi norma PP No. 24 tahun 1997 dengan menerbitkan sesuatu hak atas tanah padahal obyek tanah itu sedang dalam sengketa.
Sementara itu, tukasnya lagi, ada hal lain yang menarik dicermati bila gugatan Welem Gustaf Limba No. 11/G/2013/PTUN.ABN dihubungkan dengan penerbitan HM No. 00472 tahun 2009 atas nama anaknya Dessy Limba. Sesungguhnya HM No. 00427 tahun 2009 ini yang diterbitkan tahun 2009 saat perkara terdahulu di Pengadilan Negeri Ambon masih berlangsung, tetapi dalam gugatan di PTUN Ambon malah digugatnya 3 (tiga) SHM lain dengan dalil penerbitannya dilakukan ketika tanah dusun ketel Jiku Kecil masih dalam sengketa. Ternyata ketika diteliti, ke-3 SHM itu diterbitkan Kantor Pertanahan Kabupaten Buru setelah perkara itu diputus pada tingkat kasasi tgl 20 Januari 2011 atau sudah memperoleh kekuatan hukum.
Terkesan, urainya lagi, gugatan Wellem Gustaf Limba ini dilakukan untuk mengelabui khalayak dan internal Kantor Pertanahan Kabupaten Buru agar tidak menaruh perhatian terhadap SHM No. 00427 tahun 2009 atas nama anaknya Dessy Limba biar sekaligus luput dalam gugatan anaknya ini di Pengadilan Negeri Ambon No. 19/Pdt.G/2013/PN.AB karena dalam perkara ini SHM No. 00427 itu juga diusung sebagai Obyek Sengketa. Apalagi disinyalir bukan saja HM No. 00427, melainkan masih banyak hak lain yang telah diterbitkan pada tanah dusun ketel Jiku Kecil berdasar hak dari Wellem Gustaf Limba Dkk, antara lain ke-4 SHM yang dalam gugatannya disebut berbatas dengan HM No. 00427 tahun 2009.
Dari sinilah dia melihat, ada kemungkinan penerbitan hak/SHM No. 00427 ini tidak melalui prosedur atau mekanisme yang benar melainkan langkah-langkah siluman yang tergolong “aksi mafia tanah”. Dia membenarkan ketika ditanyakan apakah pihaknya akan menyampaikan persoalan ini kepada para pejabat berwenang baik Ketua Mahkamah Agung RI, Ketua Komisi Yudisial RI, Kapolri, dll.
Oleh karena itu, berkenaan perintah Kapolri Listyo Sigit tentang Pemberantasan Mafia Tanah, dia meminta Kapolres Buru menunjukkan dukungannya atas perintah itu dengan memerintahkan jajarannya segera melakukan pengusutan yang intensif atas penerbitan SHM No. 00427 tahun 2009 beserta hak-hak berbatas mau pun hak-hak lain pada tanah dusun Ketel Jiku Kecil yang diperoleh dari Welem Gustaf Limba serta lain-lain ahliwaris almarhum Johanis Limba. “Sebab menurut hukum, berdasarkan putusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap No. 938 K/Pdt/2010 jo No. 24/Pdt/2009/PT.Mal jo No. 44/Pdt/2008/PN.AB, sesungguhnya tidak ada hubungan hukum antara Wellem Gustaf Limba serta lain-lain ahli waris almarhum Johanis Limba dengan tanah dusun ketel Jiku Kecil di Kota Namlea”, umbar Soleman mengakhiri pembicaraan. [ Red/Akt-13/Munir Achmad ]
Aktual News
Foto :
Sebagian "pengawalan eksekusi", Selasa 30/3 di Namlea Buru Maluku