Maluku, Aktual News-Kabar penangkapan dan penahanan 2 (dua) dari ke-4 orang tersangka kasus korupsi proyek Water Front City (WFC) di Namlea Kabupaten Buru oleh Penyidik Kejati Maluku di Ambon mendapat atensi berbagai kalangan. Penangkapan dan penahanan ke-2 tersangka dinilai hanya sekedar kamuflase untuk menyamarkan rangkaian skenario pembiarannya oleh Penyidik yang sudah berlangsung lama dan banyak memicu timbulnya kritikan publik. Penilaian ini datang dari Rely Hena, warga Namlea di Kota Ambon, yang disampaikan kepada media ini melalui telepon seluler pada sore hari Rabu (1/5). Alasannya karena penetapan tersangka sudah dilakukan sejak hari Senin 4 Desember 2017 tetapi para tersangka sekian lama itu dibiarkan berkeliaran bebas, padahal kerugian negara cukup besar hingga lebih Rp 6 Milyar dan ada alasan subyektif.
Sebelumnya, dari Ambon dikabarkan pada hari Senin (29/4) Penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku telah menangkap dan menahan 2 (dua) dari ke-4 orang tersangka kasus korupsi proyek WFC Namlea di Kabupaten Buru, masing-masing : Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sri Julianti (SJ) dan Konsultan Pengawas Muhammmad Ridwan Pattipeilouw (MRP). Ke-2 tersangka, SJ dan MRP akhirnya digiring masuk ruang tahanan pada Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA di Waiheru Ambon setelah sebelum itu keduanya diperiksa oleh Penyidik Berwenang selama kurang lebih 5 jam mulai pkl 10:30-15:30 WIT.
Proyek Water Front City (WFC) ini adalah pekerjaan reklamasi pantai di Kota Namlea dibiayai dana APBN melalui Dinas PU Kabupaten Buru yang saat itu dikepalai Ir. Puji Wahono. Alokasi anggaran tahap I pada tahun 2015 senilai Rp 4.911.700.000,- untuk pemancangan tiang dan penimbunan, yang disusul kemudian tahap ke-II pada tahun 2016. Proyek ini ternyata dikerjakan oleh anggota DPRD Kabupaten Buru dari Fraksi Partai Golkar, Sjahran Umasugialias SU yang juga adik kandung Bupati Buru Ramly Umasugi, dengan menggunakan dokumen atau bendera perusahaan PT Aego Media Pratama milik Muhammad Razak Pelu alias Jafar berkedudukan di Masohi Kabupaten Maluku Tengah, sedangkan untuk pelaksanaannya diberikan “kuasa” kepada Muhammad Duwila alias MD salah satuorang kepercayaan SU.
Walau pun pekerjaan fisik tidak selesai akan tetapi anggaran proyeknya sudah buru-buru dicairkan 100% sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara. Walhasil, pada bulan Desember 2017 Penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku di Ambon menetapkan 4 (empat) orang sebagai tersangka, masing-masing : SU, MD, SJ dan MRP, dengan mengabaikan Kepala Dinas PU Puji Wahono (PW) yang menurut berbagai kalangan mestinya ikut dijadikan tersangka karena menandatangani dokumen pencairan anggarannya. Tak lama setelah ditetapkan sebagai tersangka, saat datang menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Tinggu Maluku Jln Sultan Hairun Ambon pada hari Rabu 21 Maret 2018, tersangka SU mengembalikan sebagian kerugian negara sebesar Rp 400 juta.
Tetapi setelah penetapan tersangka, sekian lamanya itu pula SU Dkk dibiarkan bebas berkeliaran tidak ditahan Jaksa sehingga banyak mengundang sorotan publik. Apalagi SU pernah tidak datang menghadap walau dipanggil secara patut dan sebagian kerugian negara dari proyek tersebut sudah dikembalikan, yang menurut Hena, harus diartikan sebagai pengakuannya atas perbuatan yang disangkakan Penyidik. Ditambah pula dengan kedudukannya sebagai anggota DPRD selain sebagai adik kandung Bupati Ramly, tentu dia berpotensi mengulangi lagi perbuatan yang sama apalagi dari proyek APBD dan juga bisa merusak atau menghilangkan alat bukti setidak-tidaknya dengan mempengaruhi atau menekan saksi-saksi agar jangan sampai memberikan keterangan yang memberatkan dirinya.
Tak heran, seorang warga Pulau Buru di Jakarta saat dimintai komentarnya tentang kabar penangkapan ke-2 tersangka dia justru mendesak Kajati Maluku agar segera saja dilanjutkan lagi menangkap dan menahan ke-2 tersangka SU dan MD. Ditemui di Atrium Senen Jakarta Pusat, sore hari Minggu (5/5), mahasiswa Pasca Sarjana salah satu perguruan tinggi yang meminta namanya tidak usah dimediakan ini berpendapat didalam kasus ini terselip sebuah kejanggalan yang menurut penilaiannya mencederai citra penegakkan hukum. Sebab SU sudah mengakui perbuatannya sendiri dengan mengembalikan sebagian kerugian keuangan negara dari korupsi proyek itu dan dia berpotensi mengulangi perbuatan atau merusak atau menghilangkan alat bukti ditambah pula dia pernah tidak datang menghadap saat dipanggil Penyidik secara patut, namun hampir 2 (dua) tahun dia dibiarkan bebas tak ditahan. Padahal dalam sejumlah kasus lain di Maluku yang skala kerugian lebih kecil dan tidak ada peluang mengulangi perbuatan namun tak lama setelah ditetapkan sebagai tersangka sudah buru-buru ditahan oleh pihak Kejaksaan.
Oleh karena itu pada akhir keterangannya dia mendesak Kajati Maluku Triyono Haryantojangan lagi mengulangi kelalaian yang sama melainkan segera dilanjutkan dengan menangkap dan menahan ke-2 tersangka lainnya masing-masing SU dan MD. Selain itu, Puji Wahono sebagai mantan Kepala Dinas PU yang ikut menandatangani dokumen proyek harus ditetapkan pula sebagai tersangka dan segera ditahan. Sebab Kepala Dinas selaku Penanggungjawab, kata dia, bila dibiarkan malah akan mempertontonkan diskriminasi penerapan hukum hanya dengan menahan SJ sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Pemeriksaan Puji Wahono sebagai tersangka, tambahnya, malah dapat mengungkapkan apakah benar Bupati Ramly yang juga kakak kandung tersangka SU sama sekali bersih atau tidak terkait apalagi proyek ini dibiayai dengan dana APBN pada Kementerian PUPR. Bersamaan dengan itu, dia juga mendesak Pimpinan KPK melakukan supervisi yang intens atas penanganan kasus ini mau pun lain-lain kasus serupa oleh Penyidik Kejati Maluku agar jangan lagi terulang pembiaran seperti ini yang ujung-ujungnya hanya merusak citra penegakan hukum di Maluku.[ Red/Akt-13 ]
Ahmad Munir Aktual News