Stigma Diantara Slogan STOP Pasung dan Sehat Jiwa

Sabtu 10-10-2020,13:06 WIB
Reporter : Aktual News
Editor : Aktual News

Bogor, Aktual News-"Stop Pasung dan Sehat Jiwa" Setidaknya kalimat tersebut yang sering di teriakan secara lantang, untuk membakar semangat para pejuang kesehatan jiwa dan masyarakat dimanapun pelayanan kesehatan jiwa digelar untuk membantu ODGJ. Menurut *UU Keswa No.18 Tahun 2014, menyebutkan bahwa Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan atau perubahan. Adalah Iyep Yudiana, pria kelahiran Tasikmalaya yang menetap di Bogor sejak tahun 2002 silam dan bekerja di Instalasi Kesehatan Jiwa dan Promosi Kesehatan. rumah Sakit (KJM & PKRS) RS.Dr.H. Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor, sebagai Koordinator Lintas Sektoral dan Integrasi dan juga sebagai Promotor Kesehatan Jiwa, sesuai pendidikan terakhirnya yaitu Promosi Kesehatan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI). Bukan tanpa alasan kenapa Stop Pasung dan Sehat Jiwa sering diterikakan dalam setiap kegiatannya, dikarenakan masih banyak masyarakat bahkan tenaga kesehatan yang masih memberikan stigma negatif terhadap ODGJ. Sedangkan Stigma dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai pengertian "Ciri Negatif Yang Menempel," dalam hal ini pada ODGJ, seperti orang gila, orang tidak berguna, penyakit kambuhan, aib keluarga dll, oleh karena hal tersebut, banyak ODGJ yang berakhir di dalam pemasungan. Pengertian pasung menurut UU Keswa No.18 Tahun 2014, menyebutkan bahwa : Pasung adalah alat untuk menghukum orang, berbentuk kayu apit atau kayu berlubang, dipasang dikaki, tangan, leher. Sebuah peristiwa pemasungan yang kali pertama dilihat beberapa belas tahun silam, yang tampak di depan mata, membuat hati tergugah, sulit dibayangkan dikala itu, ada laki-laki tanpa pakaian, di rantai pada bagian tangan dan kaki, dengan 4 buah gembok, dimasukan ke dalam kurungan yang terbuat dari pohon jambe ukuran 1x1meter, yang ditempatkan diatas parit dengan tujuan agar sisa makanan, BAK & BAB nya bisa jatuh langsung ke parit, dengan kondisi badan kepanasan bila siang mendera, kedinginan bila malam menjelang dan yang memutuskan tindakan pemasungan adalah masyarakat dan keluarga itu sendiri dengan alasan mengganggu lingkungan. Menutut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI), menyebutkan bahwa : Memasung artinya membelenggu seseorang dengan pasung, memasang pasung, memasukan ke dalam kurungan (penjara), membatasi (menghambat) ruang gerak. Akhirnya dengan susah payah pemasungan pun di bebaskan, batang pohon jambe di bongkar, rantai dan gembok di gergaji, karena kuncinya sengaja dihilangkan, pasien pun dirawat dan dan diobati di RSMM Bogor sampai pulih dan sampai sekarang bekerja sebagai buruh tani. Empat bulan setelah pembebasan pasung, perawatan, pengobatan dan kontrol yang rutin ke RSMM, pria tesebut di hadirkan sebagai role model testimoni korban pemasungan pada acara kegiatan Safari Bebas Pasung beberapa tahun silam. Haru, sedih, kaget mendengar cerita yang dialaminya saat menjadi korban pemasungan dan menghimbau kepada audien yang hadir untuk tidak lagi menggunakan cara-cara pemasungan untuk menangani ODGJ, seperti yang dia alami, karena ODGJ mempunyai kedudukan dan hak sama di masyarakat, *sesuai UUD pasal 27 ayat 1" Persamaan Kedudukan Warga Negara dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara. Sejak saat itu Promosi Kesehatan Jiwa terus gencar dilakukan kepada masyarakat luas, dengan tujuan akhir yang ingin dicapai adalah Perubahan Perilaku dan Perlakuan Masyarakat terhadap ODGJ. Sehingga harapannya masyarakat menjadi peduli terhadap ODGJ yaitu "Memanusiakan Manusia lebih Manusiawi sesuai Hak Manusia". Sasaran penanggulangan ODGJ bukan hanya pasiennya saja, karena sudah terbukti bila pasien di obati dan kembali kepada keluarga dan masyarakat, sering kali mengalami kendala berupa pembiaran, penelantaran, bahkan penolalan dari sebagian masyarakat. Oleh karena itu, kiranya perlu kita tangani pula keluarganya, masyarakat, aparat setempat bahkan instansi pemerintah sebagai sasaran penanganan ODGJ. Merubah perilaku keluarga atau masyarakat bisa melalui berbagai cara yaitu : Merubah ketidak tahuan menjadi pengetahuan, Merubah ketidak mauan menjadi kebutuhan dan Merubah ketidakmampuan menjadi pemberdayaan Di era milenial yang serba mudah dan cepat, sedikit banyaknya sangat berpengaruh terhadap persepsi dan tanggapan masyarakat terhadap ODGJ, akses informasi yang luas mulai dari radio, televisi, surat kabar, informasi digital, sampai gencarnya sebaran promosi kesehatan jiwa yang dilakukan oleh petugas kesehatan, lambat laun membuka pemahaman keluarga dan masyarakat terhadap ODGJ, Stigma negatif, Hak-hak ODGJ, dll. Mereka menjadi lebih mudah menerima pengetahuan, mau memahami keterbatasan ODGJ, bahkan banyak keluarga dan masyarakat yang sudah berdaya dalam penanganan ODGJ. Namun demikian ternyata permasalahan tetap saja ada, tidaklah cukup bahwa keluarga dan masyarakat sadar pentingnya ODGJ dibawa ke fasilitas kesehatan, belumlah cukup pula ODGJ menjadi pulih dan bisa berkumpul kembali dengan keluarga, tapi *Tujuan kedepan dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa adalah bagaimana ODGJ bisa pulih dan mandiri serta produktif dalam menjalani kehidupannya* sehingga bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Peran serta berbagai pihak mutlak diperlukan guna menunjang pemulihan, rehabilitasi dan produktifitas ODGJ paska rawat, karena pulih saja tidak cukup untuk mendapat tempat di masyarakat, oleh karena itu peran panti rehabilitasi dan balai latihan kerja menjadi jembatan ODGJ paska rawat dalam membekali hidupnya sebelum terjun ke masyarakat. Sayangnya Panti Rehabilitasi Mental milik pemerintah pusat atau daerah sangatlah terbatas, bahkan ada pemda yang tidak mempunyai panti rehabilitasi mental di daerahnya. Ini menjadi masalah tersendiri, dikala penanganan ODGJ dari hulu sudah mulai terurai, namun penanganan dihilir terhambat karena ketiadaan panti. Menanggapi permasalahan tersebut munculah sebuah ide gagasan untuk *Pengembangan Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas Berbasis Panti Sosial Rehabilitasi Mental* yang sudah ada di masyarakat berupa yayasan milik swasta, yang muncul karena kepedulian semata dari sang pemilik panti dan pengurus-pengurusnya. RSMM menjadi pelopor program Pengembangan Pelayanan Kesehatan Jiwa Berbasis Panti Sosial Rehabilitasi Mental, karena memiliki beberapa tujuan yaitu : Panti sebagai sasaran pengembangan Promosi Kesehatan Jiwa, panti menjadi jembatan atau antara ODGJ dari keluarga dan masyarakat yang tidak mempunyai akses langsung ke RSMM dan panti juga sebagai tidak lanjut penanganan rehabilitasi ODGJ paska rawat sebelum keluarga dan masyarakat siap menerima, Panti menjadi pemantau keberlanjutan obat dan kontrol bagi ODGJ paska rawat yang tentunya bekerjasama dengan puskesmas setempat atau tenaga kesehatan sendiri, Panti sebagai pusat pengembangan fungsi rehabilitasi sosial, spiritual, pengembangan diri, latihan produktifitas dll, sehingga ODGJ paska rawat, bukan sekedar pulih, tapi mandiri dan produktif di masyaraka Kesimpulannya, “Semoga Stigma berubah jadi gerakan yang terpancar dari Slogan Stop Pasung dan Sehat Jiwa, sehingga ODGJ menjadi Pulih, Mandiri dan Produktif.” Stop Pasung, Sehat Jiwa , Pulih, Mandiri dan Produktif, Terimakasih. [ Red/Akt-01 ]   Iyep Yudiana. Unit Kerja : Intalasi KJM dan PKRS RS.Jiwa Dr.H. Marzoeki Mahdi Bogor Jabatan : Penyuluh Kesehatan / Koordinator Lintas Sektoral dan Integrasi

Tags :
Kategori :

Terkait