Sorong, Aktual News-Aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman )Sorong Raya Sorong Raya Wilson Mobalen Memintah kepada semua Pihak, Baik Pemerintah, Invenstor, Aparat Penegak hukum di Moment Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia , agar lebih menghargai Hak -hak masyarakat Adat . "Hal itu di sampaikan Wilsosn Mobalen melihat fenomena saat ini dimana Masyarakat adat dan individu mempunyai kebebasan dan kesetaraan dengan masyarakat dan individu lainnya dan memiliki hak untuk terbebas dari segala macam jenis diskriminasi,"ujarnya Minggu 9 Agustus 2020. Lanjutnya Masyarakat adat harus diberikan kebebasan menentukan hak melakukan identifikasi diri, serta memiliki kebebasan atas hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial, dan budaya. Masyarakat adat juga mempunyai hak atas tanah, wilayah, dan sumber daya yang secara tradisional mereka miliki, kuasai, atau gunakan dan hak atas tanah, wilayah, dan sumber daya yang secara tradisional mereka miliki. Mereka juga berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang dapat berdampak pada hak mereka. Dirinya bahkan mengkritik Sikap pemerintah Indonesia atas keberadaan masyarakat adat, yang merupakan bagian terbesar dari konstituen yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), masih gamang. Padahal, masyarakat adat eksis dengan mendiami tanah ulayat (adat) yang tersebar di pegunungan, hutan rimba, dan kepulauan di Nusantara, yang umumnya kaya akan sumber daya mineral dan alam. HUKUM YANG DILANGGAR RESIM PRESIDEN JOKOWI TERHADAP HAK KONSTITUSI MASYARKAT ADAT !! "Presiden Jokowi mengatakan bahwa pemerintah pusat, kementerian, gubernur serta bupati untuk mempercepat proses proses investasi (kapitalisme) asing dan nasional di Indonesia. Bahkan dengan menutup mata. Adalah pelanggaran konstitusional dan pelanggaran HAM masyarakat Adat di Indonesia, secara khusus Masyarkat Adat Papua"tegasnya SECARA INTERNASIONAL, PELANGGARAN ATAS: 1. Deklarasi universal HAM 1948 2. Konvensi ILO No 169 tahun 1989 3. Pengesahan Deklarasi Masyarakat Adat September 2007 SECARA NASIONAL, PELANGGARAN ATAS: 1.UUD 1945 pasal 18 B ayat 2 2. UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, pasal 6 ayat 1 dan 2 3. UU No 32 Tahun 2004 Bab 1 pasal 1 angka 12 4. Keputusan MK No 35/PUU-X/2012 (intinya status hutan negara dan adat) 5. Peraturan Mendagri No 52. Tahun 2007, Bab II pasal 2 6. Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 tahun 2015, tentang penetapan komunal atas tanah masyarakat adat. TINGKAT PROVINSI, PELANGGARAN ATAS: 1. UU OTSUS 2001 2. Perdasus Prov. papua no 20 thn 2008, peradilan adat 3. Perdasus Prov. Papua no 21 tahun 2008, hutan berkelanjutan di provinsi Papua 4. Perdasus Papua no 22 tahun 2008 tentang perlindungan SDA Masyarakat adat Papua 5. Perdasus papua no 23 tahun 2008 tentang hak Ulayat masyarakat hukum adat dan perorangan. 6. Perdasi No 14 tahun 2013 tentang RPMJ provm Papua - pendekatan pembangunan berbasis wilayah budaya. Menurutnya Saat ini, masyarakat adat Papua dan wilayah adatnya sedang mengalami tekanan proyek pembangunan negara, dan gempuran ekspansi bisnis ekstraksi dan eksploitasi hasil hutan, tambang dan lahan, yang berlangsung dalam skala luas. Secara struktural, negara menggunakan kuasanya memproduksi kebijakan peraturan, perizinan dan syarat-syarat untuk memperlancar aktifitas pembangunan ekonomi dan bisnis, pemberian hak atas tanah dan pengamanan kegiatan berinvestasi, yang dikendalikan dan dijalankan oleh pengusaha pemilik modal, yang meraup manfaat keuntungan ganda dalam lingkaran bisnis tersebut. Masyarakat adat penguasa dan pemilik tanah dan hutan adat mengalami ketergusuran berlapis-lapis, tersingkir hak dan aksesnya atas sumber mata pencaharian dan sumber pangan, mengalami kekerasan, intimidasi, penyiksaan hingga pembunuhan, dan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), melibatkan aparatus keamanan negara dan pelaku non pemerintah, seperti security perusahaan, mafia, preman dan sebeagainya. Mereka terpaksa menjadi buruh dan dipaksa patuh pada aturan-aturan perusahaan, yang tidak adil, diskriminatif dan rasis, Dalam hal ini, hak konstitusional masyarakat adat Papua yang mendasar untuk menjamin harkat dan martabat hidup, serta keberlangsungan lingkungannya, belum mendapatkan perlindungan dan penghormatan negara. Sebaliknya perampasan dan pengabaian atas hak-hak tersebut menimbulkan ketegangan, kerugian dan konflik, yang masih terjadi hingga saat ini. Demikian pula, kebijakan dan model pembangunan skala luas tersebut terbukti menjadi salah satu sumber penyebab pandemic Covid19 yang berdampak buruk terhadap ratusan juta penduduk di dunia dan mengancam keselamatan manusia. Aman Sorong Raya sendiri tambah Wikson secara khusus menyoroti dan menekankan praktik dan dampak program pembangunan dan ekspansi bisnis tersebut terhadap keberadaan dan hak-hak masyarakat adat Moi di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), pembangunan infrastruktur, proyek percetakan sawah baru, usaha pertambangan, pembalakan kayu dan perkebunan kelapa sawit, dan sebagainya, yang masih belum sepenuhnya memberikan keadilan, belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat, terjadi kesenjangan pendapatan antara masyarakat dan dengan perusahaan semakin lebar, masih sulit dan terbatasnya akses masyarakat mendapatkan fasilitas sosial, kesehatan, pendidikan dan sebagainya, hal ini tidak sebanding dengan nilai dan sumberdaya yang hilang. "SESUNGGUHNYA MASYARAKAT ADAT ADALAH SUATU BADAN HUKUM (LEGAL ENTITY) YANG MEMPEROLEH LEGALITAS DAN LEGIMASI DARI SEJARAH DAN PERATURAN PERUNDANGAN NEGARA. JIKA NEGARA MENOLAK DAN MENGAKUI MASYARAKAT ADAT, MAKA SOLUSI UNTUK ITU ADALAH MELAWAN KEJAHATAN NEGARA. "Tutupnya. Beberapa Point yang diminta oleh Aman Sorong Raya agar jadi Perhatian Pemerintah Yakni : #Sahkan RUU Masyarkat Adat #Himas 2020 #Rakernas AMAN #Masyarkat Adat Papua #Indigenous Peoples #Kedaulatan Pangan #Berdaulat Mandiri dan Bermartabat. [ Red/Akt-01 ] Nees Makuba /Wilson Aktual News
Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia ‘ Aktifis Minta Pemerintah Hargai Hak Paten Masyarakat Adat
Minggu 09-08-2020,17:40 WIB
Editor : Aktual News
Kategori :