Maluku, Aktual News-Ketika hampir di seluruh pelosok tanah-air orang-orang lagi dililit rasa cemas gara-gara serangan wabah virus Corona alias “Covid-19” yang cendrung masih terus mengganas sampai hari-hari ini, kira-kira pukul 11:00 WIT jelang siang hari Rabu (8/3), sebuah mesjid-tua yang sudah berusia ratusan tahun di Maluku mendadak terbakar dan dalam waktu sekejap saja ramuan atasnya sudah ludes dilahap si jago merah.
Adalah Mesjid-Tua yang dikenal dengan nama “Mesjid Uli Hatuhaha” atau yang sering disebut pula “Hatuhahamarima” di Negeri-Adat Rohomoni Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah. Salah satu sumber mengatakan mesjid ini dibangun pada abad ke-16, akan tetapi menurut penelusuran jejaknya dari penelitian arkaeologi konon sudah dibangun sejak awal dekade pertama abad 15 atau tahun 1400an. Historisnya, mesjid ini melambangkan sebuah miniatur konfederasi negara-negara Islam “tempo doeloe” yang meliputi 5 (lima) kerajaan berdaulat di Pulau Haruku, masing-masing dengan “Raja” sendiri-sendiri selaku Kepala Pemerintahan, yang disebut dengan istilah “Amarima Lounusa”.
Kabar kebakaran salah satu bangunan ibadah ummat Islam yang sudah berusia ratusan tahun ini disampaikan Drs Muz MF Latuconsina, mantan Ketua KPU Kabupaten Buru di Namlea, melalui pesan WhatsApp pada siang hari, Rabu (8/3). Selain penggalan pesannya, Latuconsina juga mengirimkan 4 (empat) buah rekaman-video yang secara jelas memperlihatkan rangkaian peristiwa kebakaran serta upaya pemadaman warga yang ternyata jauh dari berimbang dibanding amukan api. Begitu dikonfirmasi melalui telepon selulernya setelah selesai membaca pesannya, Latuconsina pun membenarkan kabar itu sambil bertutur panjang lebar mengenai rangkaian peristiwanya.
Dari salah satu rekaman video, terdengar dengan jelas suara ibu-ibu yang meratap histeris, menangisi musnahnya bangunan ibadah ummat Islam di Negeri Rohomoni karena dari zaman datuk-datuk sejak ratusan tahun yang lalu selalu terjaga dan terawat dengan baik. Bisa dimaklumi, karena musibah ini justru terjadi pada saat sedang berlangsungnya acara tahunan yang selama ini disakralkan oleh masyarakat setempat, yaitu tradisi-adat “ganti-atap” pada mesjid-tua tersebut, yang dikenal dengan istilah “Maasiri Rumah Sigit”.
Ketika pesan dan kiriman video itu diteruskan pada salah satu tokoh-adat masyarakat Maluku di Jakarta, Drs. H. Zawawi Suat, seketika itu pula dia membalas pesannya dengan mengaku sangat sedih. Pensiunan ASN pada pemprov DKI ini tidak menjelaskan lebih jelas kira-kira apa-apa saja alasannya, hanya dikatakan : “Tidak terasa air mata saya menetes, betapa Allah menyayangi masyarakat Haruku dan ini i’tibar sebagai tumbal untuk dajjal akan punah bersama virus corona”. Pada bagian lanjut dari penggalan pesannya itu Zawawi kembali mengatakan : “Biar Engkau bakar baitullah kami asalkan ummatMu dan kaumnya masyarakat Maluku dilindungi dari marabahaya yang mungkin akan datang. Marhabban ya Ramadhan, bulan penuh barokah”.
Berbeda dengan keterangan Zawawi, ketika kembali dimintai penjelasan melalui telepon selulernya Latuconsina yang juga salah seorang tokoh-adat Negeri Rohomoni malah berpendapat lain. Musibah kebakaran bangunan mesjid di kampung-halamannya ini menurut dia bukan sesuatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan melainkan di balik itu ada pertanda buruk. Dari intonasinya nampak Wartawan-Senior ini meyakini benar, terbakarnya Mesjid-Tua ini merupakan pertanda atau isyarat akan terjadinya sesuatu peristiwa atau musibah yang mengerikan atau tragis. Ditanyakan jangan sampai gara-gara kelalaian manusia belaka, dia tetap meyakini hal ini merupakan pertanda buruk lepas apa sumbernya. Hanya saat ditanyakan kira-kira musibah yang dikatakannya itu seperti apa dia mengaku belum bisa menebak lebih jauh seperti apa modelnya dan luas jangkauannya kira-kira sampai ke mana saja.
Menurut penelusuran media ini, sudah menjadi tradisi-adat yang rutin sejak zaman dahulu mesjid-tua pada salah satu Negeri-Adat di Pulau Haruku ini tiap tahun terutama pada jelang bulan-suci Ramadhan selalu dibersihkan warga antara lain menggantikan atapnya dengan yang baru. Bahan atap yang digunakan pun tak bisa lain kecuali berupa anyaman daun-sagu (rumbia) yang disusun dalam jarak yang sangat rapat diselingi serat ijuk agar mampu bertahan dalam waktu yang lama. Rata-rata banyaknya atap yang dipakai antara 10.000-15.000 lembar (bengkawang) yang biasanya dibebankan pada setiap warga Negeri-Adat Rohomoni yang sudah berusia dewasa.[ Red/Akt-13 ]
Munir Achmad
Aktual News