Perusak Hutan di Sumatera Menambah Deretan Masalah Kian Kompleks

Senin 15-12-2025,20:14 WIB
Reporter : Hans SW
Editor : John KS

Bandung, AktualNews– Kerusakan hutan di Sumatera menjadi masalah yang semakin mendesak, dengan beberapa faktor menjadi penyebab utamanya, termasuk perluasan lahan pertanian dan perkebunan (terutama kelapa sawit dan karet), penebangan kayu ilegal, pembangunan infrastruktur, pertambangan, serta kebakaran hutan yang sering terjadi.

Selain konversi lahan ke sawit, aktivitas seperti tambang batu bara, pembangunan jalan, dan penebangan liar juga berkontribusi pada kerusakan dan fragmentasi hutan yang signifikan. Pelaku dalam masalah ini meliputi pemerintah (daerah dan pusat), perusahaan, serta masyarakat lokal – masing-masing memiliki peran dalam pengelolaan sumber daya alam yang kurang optimal jika tidak mematuhi aturan.

BACA JUGA:Banjir di Sumatera, Sawit vs Hutan Belantara

Pemilik kebun sawit seringkali menjadi sorotan karena konversi hutan menjadi lahan perkebunan, yang menyebabkan kehilangan biodiversitas dan kerusakan lingkungan. Beberapa perusahaan sawit di Sumatera yang diduga terlibat dalam kerusakan hutan antara lain Asian Agri, PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA), PT Andira Agro Tbk, dan PT Milano Aek Batu, serta kelompok besar seperti Perkasa Group dan PT Mahkota Group Tbk.

Di balik itu, beberapa tokoh bisnis juga menguasai industri sawit di Indonesia, antara lain Martua Sitorus (Wilmar International), Anthoni Salim (Salim Group), Sukanto Tanoto (Sinar Mas Group), dan Ciliandra Fangiono (First Resources Ltd), seperti yang ditanyakan Sekjen Koalisi Pembela Konstitusi dan Kebenaran (KP-K&K) Suta Widhya, S.H., dalam acara di Bandung malam ini.

Namun, tidak semua pemilik kebun sawit adalah perusak hutan. Banyak perusahaan telah berkomitmen pada praktik berkelanjutan melalui inisiatif seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dan Zero Deforestation. Meskipun demikian, masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan agar praktik berkelanjutan menjadi norma.

BACA JUGA:Mari kita Tanam Pohon Pengembangan Pariwisata Ditawangmangu tidak boleh merusak hutan

Dalam kesempatan yang sama, Suta juga menyatakan kekhawatiran bahwa penolakan status bencana Sumatera sebagai bencana nasional bertujuan untuk mencegah audit internasional. "Andai status bencana menjadi nasional, dunia internasional akan mudah masuk dan mengaudit segalanya. Itulah yang ditakuti oleh rezim saat ini," tutupnya.

 Kerusakan hutan di Sumatera diakui sebagai masalah kompleks yang membutuhkan kerja sama bersama dari semua pihak untuk menemukan solusi yang berkelanjutan.***

 

 

 

 

Tags :
Kategori :

Terkait