Jakarta, AktualNews-Siapa yang tidak kenal dengan Mie Ayam Apay di Kelurahan Palmerah, Kecamatan Palmerah? Bila belum kenal, tentu tidak pula mengenal penjual es kelapa Bang Ming (almarhum) yang kiosnya berada di wilayah SMA Negeri 16,Jalan Palmerah 210C.
Kini SMA 16 Jalan Palmerah 210 C sudah berubah wujud menjadi SMP Negeri 101,dan SMA 16 menempati areal di Jalan Belibis, Samping Komplek HANKAM, Slipi. Tapi, perubahan semua itu tetap tidak merubah konsistensi Apay untuk menjual Mie Ayam.
"Mie ayam yang saya jual mulai harga Mie ayam masih Rp. 250 per mangkok pada 1985, naik menjadi Rp. 300,Rp.400 hingga Reformasi 1998 harga Mie ayam sudah berkisar Rp. 7.000 pada masa perubahan rezim saat itu, " ungkap Apay, Senin 16 Juni sore di Jakarta.
BACA JUGA:Tingwe, Rokok Linting yang Sedang Digandrungi Perokok
Lelaki kelahiran 1960 dari Sumedang, Jawa Barat ini memiliki putra sebanyak 5 orang dan kesemuanya tinggal di Sumedang. Belum punya cucu. Meski demikian mereka tersisa tinggal dua orang, dan yang tiga lagi sudah almarhum.
Meski sudah 40 tahunan berusaha, namun tidak ada satupun dari putra Apai yang menjadi pedagang Mie ayam. Mereka lebih suka menjadi pegawai di perusahaan di Tangerang, Banten.
"Semua anak punya nasib dan jalannya sendiri. Tiga dari putra saya lebih dahulu meninggalkan kami. Mati muda. Alhamdulillah, saya sudah masuk usia 63 masih sehat. Ini saja yang saya syukuri." Lanjut Apay berkisah.
Menurut Apay, hidup beranjak seperti harga Mie ayam: semakin tua semakin mahal.
BACA JUGA:Sabrine Olivia Ajak Kaum Muda Mencintai Lingkungan Dengan Menanam Pohon
Maknanya, semakin kita mendekati akhir kehidupan maka semakin mahal atau sulit pula kehidupan ini untuk dibayar (dijalani).
"Artinya, saya berharap untuk kaum muda agar melakukan persiapan hidup yang lebih baik. Saya tidak beranjak dari usaha ini, karena sudah menjadi bagian pengabdian diri, yaitu berdagang sesuai keahlian saya, " tutup Apay.***