Artinya baru setelah th 2074 kebobrokan Software SIREKAP boleh diperiksa, Konyol. Profesor tsb tampak terpojok dengan pertanyaan ini dan hanya bisa mengulangi argumen tentang perlindungan inovasi dan karya intelektual. Namun, jawaban ini dianggap tidak memadai karena tidak menjawab kekhawatiran utama tentang transparansi dan akuntabilitas. Apalagi pengenaan Hak Cipta pada software yang dibiayai dengan Anggaran Negara dan sampai sekarang belum disampaikan Rincian Biaya Milyarannya tsb terasa sangat berlebihan.
Dr. Leoni juga mendapat pertanyaan dari pihak termohon mengenai potensi bahaya dari membuka source code ke publik. Pihak termohon mencoba menakut-nakuti dengan skenario di mana source code yang terbuka dapat digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk meretas sistem pemilu.
Sikap pihak KPU yang memainkan skenario intimidasi semacam ini sangat terasa berlebihan bahkan lebih tepat disebut kampungan di era keterbukaan informasi saat ini. Namun dia dengan tegas menjawab bahwa source code yang terbuka justru meningkatkan transparansi dan keamanan karena lebih banyak pihak yang bisa mengevaluasi dan menemukan potensi kelemahan. Ia mencontohkan banyak software open-source yang aman dan digunakan secara luas, termasuk oleh pemerintah dan perusahaan besar. inilah sebenarnya yang diinginkan dalam sidang-sidang di KIP bahwa UU No. 14/2008 menjadi kewajiban utk diikuti semua pihak dan tidak untuk dicari-cari alasan-alasannya.
Suasana sidang semakin memanas ketika Prof. Marsudi ditanya mengenai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa tidak ada kecurangan yang terbukti dalam penggunaan sistem pemilu elektronik pada Pilpres 2019.
Dr. Leoni membantah keras dengan mengatakan bahwa banyak anomali data yang terdeteksi, namun tidak cukup waktu bagi MK untuk menginvestigasi lebih lanjut. Apalagi jelas dalam sidang2 di MK lalu Prof tsb menyebut SIREKAP adalah "Pepesan Kosong" yg tidak digunakan dan tidak usah dibahas. Profesor tampak defensif dan hanya bisa mengulangi bahwa MK adalah otoritas tertinggi dalam sengketa pemilu dan keputusan mereka bersifat final dan mengikat.
Namun, argumen ini gagal meredakan keraguan tentang integritas sistem pemilu yang digunakan. Bahkan ketika ditanya lebih lanjut oleh pihak pemohon tentang apakah ada perubahan pada software setelah audit dilakukan, Prof. Marsudi terpaksa mengakui bahwa perubahan bisa saja terjadi, namun tidak memberikan detail yang memadai tentang bagaimana perubahan tersebut diawasi dan dikendalikan.
BACA JUGA:YAKIN Tagih Kepatuhan KPU Terhadap Putusan Komisi Informasi Pusat Yang Tidak Dilaksanakan
Sidang ini mencerminkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam sistem pemilu, serta perlunya perlindungan terhadap hak cipta dan keamanan data. YAKIN berhasil menunjukkan kelemahan dalam argumen KPU dan menegaskan pentingnya transparansi dalam sistem pemilu. Sidang akan dilanjutkan pada sesi berikutnya dengan mendengarkan saksi dan ahli tambahan dari kedua belah pihak untuk memperkuat argumen masing-masing. Hasil akhir dari sidang ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan solusi terbaik dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap proses pemilu di Indonesia.
Kesimpulannya: Pemilu 2024 memang sudah dilalui dan hasilnyapun 02 sudah diumumkan, bahkan MK menolak gugatan dari Paslon 01 dan 03. Namun cacat politik apalagi jejak digital semua tidak bisa dihilangkan begitu saja.
Selain cap "Anak haram konstitusi" tetap akan dikenang sepanjang masa apalagi setelah Putusan MK 90 yang sangat kontroversial lalu, kini muncul juga Putusan MA sejenis yang akan mengulangi cacat yang sama. Sedangkan soal Jejak Digital juga akan menjadi Diskusi yang menarik untuk dibahas pasca Film "Dirty Election" dibuat dan digelar di berbagai kota untuk menegakkan Kejujuran dan Kebebasan Informasi Publik sebagaimana Persidangan di KIP tersebut. Semoga ***