Suta Widhya: Tanda-tanda Sosial Penolakan Atas Kebijakan Rezim Yang Tidak Sesuai Kaidah Etika Bernegara

Senin 05-02-2024,15:22 WIB
Reporter : Yulia Lahudra
Editor : Admin

28. Univ. Islam Malang (Unisma) (Pernyataan Sikap)

29. Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (Pernyataan Sikap)

BACA JUGA:Suta Widhya : Ini Semua Alasan Tolak 3 Periode

"Bila dihitung dengan kelompok masyarakat lain mungkin sudah ratusan. Baik itu dari kalangan ulama, cerdik pandai maupun para aktivis yang tergabung dari bermacam-macam aktivis resmi kampus maupun aktivis di luar kampus," Ujar Suta, Senin (5/2)pagi di Jakarta.

" Pada Jumat (2/2) di Gedong Joang, aktivis senior dan mantan dosen Teknik Universitas Indonesia (UI) Sri Bintang Pamungkas (SBP) bersama seratusan peserta diskusi terbatas menyampaikan resolusi terkait kondisi sosial politik," lanjut Suta.

Dalam resolusi tersebut yang disampaikan usai rapat tersebut ada 3 (tiga) tuntutan atau Tritura. Pertama ganti rezim. Kedua, Ganti Sistem. Ketiga, bentuk pemerintahan sementara untuk menyelenggarakan Pemilu yang bersih, jujur dan adil.

Suta menilai apa yang tengah dilakukan Jokowi dengan cawe-cawe nya di berbagai tempat dan waktu sudah melampaui batas etika kenegaraan yang normatif.

"Apa yang dilakukan oleh Jokowi dengan memberikan bingkisan Sembako di depan Istana sudah melanggar Sumpah Jabatan. Karena dipahami bukan saja memberikan keuntungan bagi penerima Sembako tapi juga memberikan manfaat bagi pasangan calon (paslon) nomor urut 2(Prabowo - Gibran), "lanjut Suta.

Pengamat Hukum Politik asal Minang ini melihat tanda-tanda sosial yang juga bagian dari fenomena alam terkembang yang dijadikan" guru" baginya. Saat ini menurutnya adalah terjadi akumulasi penolakan terhadap Jokowi semakin membesar oleh sikap ketidaknegarawanannya. Bahkan iklan Presiden Republik Indonesia untuk satu partai kecil tertentu punya makna tersendiri di mata putra Minang ini.

"Kami sebagai bagian dari darah pejuang bangsa Minang yang tergabung dalam Negara Republik Indonesia ini merasa telah terjadi penyimpangan dari cita-cita pendiri bangsa besar di Nusantara ini." Kata Suta.

BACA JUGA:Suta Widhya : Deforestasi Itu Nyata, Bos-ku?

Ia sarankan agar para ahli hukum ketatanegaraan untuk mengulas Sumpah Jabatan presiden. Karena menurutnya sumpah jabatan presiden diucapkan dengan kata" Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban...  Sebelum ikrar _memegang teguh Undang-Undang Dasar._

Artinya, kesetiaan pada UUD 1945 diawali dengan sumpah kepada sang Mahapencipta yang telah memberikan kemerdekaan negeri ini. Bukan bersumpah atas nama lain. 

Bahwa sumpah Presiden dalam Pasal 9 ayat (1) UUD 1945 menyatakan: “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya. 

"Kami sarankan agar para civitas akademika untuk menegakkan hak-hak rakyat di masing-masing kabupaten. Sistem ini mirip Rezim Belanda membangun stelsel port de cock di Bukittinggi. Dikutip dari buku Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah sampai masa Proklamasi Kemerdekaan (2007) karangan M. Junaedi Al Anshori, cara pelaksanaan taktik Benteng Stelsel ialah dengan mendirikan benteng di tiap daerah yang berhasil dikuasai Belanda." tutup Suta.***

Tags :
Kategori :

Terkait