Jakarta, AktualNews - Santri dan ulama mempunyai peran dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pesantren turut ambil bagian dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang telah diperjuangkan para pendiri bangsa. Hari Santri, yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober, adalah penghormatan terhadap peran mereka dalam mempertahankan kemerdekaan melalui resolusi jihad yang saat itu menjadi memantik semangat perjuangan.
Meskipun terdapat anggapan bahwa pesantren hanya mengajarkan ilmu agama, kenyataannya tidak semua pesantren demikian. Banyak pesantren modern seringkali mengintegrasikan materi pelajaran seperti sekolah umum, dan banyak lulusan pesantren berhasil melanjutkan ke perguruan tinggi melalui berbagai jalur seleksi, termasuk SNBT UTBK dan jalur lainnya.
Dengan disahkannya UU Pesantren pada tahun 2019, kini ada ketentuan resmi mengenai bagaimana suatu lembaga dapat menyebut dirinya sebagai pesantren. Terdapat beberapa unsur yang harus ada dalam lembaga tersebut, yakni Kiai, santri yang tinggal di pesantren, fasilitas seperti pondok atau asrama, masjid atau musala, serta kajian kitab kuning atau dirasah islamiah dengan metode pendidikan muallimin, yaitu pembelajaran struktural dan terorganisasi tentang ilmu agama Islam.
--
BACA JUGA:Wabup Buka Turnamen Futsal Antar Pelajar SD, SMP Putra dan Putri se Labuhanbatu
Setiap pesantren memiliki pendekatan pendidikan yang khas dan seringkali berbeda dari kurikulum sekolah umum. UU Pesantren mengakomodasi keragaman ini melalui sistem pendidikan muadalah, yang menggabungkan unsur kurikulum pesantren dan kurikulum pendidikan umum. Durasi pendidikan muadalah berlangsung selama 6 tahun.
Dengan peraturan tersebut, lulusan pesantren akan memiliki pengetahuan lebih luas, tidak hanya terbatas pada ilmu agama. Mereka dapat melanjutkan studi di berbagai universitas untuk mempelajari ilmu seperti teknik, sosial, politik, dan tidak hanya terpaku pada universitas yang fokus pada ilmu agama, termasuk di PTN.
Seperti halnya Siti Zahra Nur As Syifa, santriwati asal MAS Daarul Mughni, Bogor ini lolos SNBT UTBK 2023 di Program Studi Ekonomi Islam di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Bandung. Santriwati yang akrab disapa Ara ini sudah menggunakan Zenius sejak kelas 12, tetapi aturan ketat di pesantren yang melarang penggunaan handphone atau laptop, Ara tidak bisa memaksimalkan penggunaan Zenius di pondok.
Ara mencoba masuk PTN melalui jalur SNBP, tetapi sayangnya ia gagal. Namun, ia tidak menyerah begitu saja. Ia memutuskan untuk menjalani gap year sambil belajar penuh melalui Zenius. Tidak hanya belajar, Ara juga mendapatkan teman-teman baru yang memiliki semangat tinggi dalam belajar. “Di Zenius, aku tidak hanya belajar, tepi juga mendapatkan banyak teman-teman yang memiliki tekad kuat untuk lolos PTN,” katanya.
Selain Ara, Akmal Musthofa yang berasal dari Pondok Pesantren Sunanul Huda, Kabupaten Sukabumi juga memutuskan gap year karena gagal empat kali melalui jalur SNBP dan jalur mandiri. Tidak hanya digunakan sebagai platform belajar, Akmal juga memanfaatkan Zenius untuk konsultasi jurusan, sampai memilih rumpun.
Kerja keras dan tekadnya yang kuat berbuah manis, ia diterima di pilihan pertamanya di SNBT UTBK, yaitu Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung. “Jangan pernah merasa minder dan berpikir jika anak pesantren ngga bisa masuk perguruan tinggi negeri. Jangan membatasi diri untuk belajar, perluas pengalamanmu di tempat lain,” ujar Akmal.
BACA JUGA:Turunkan Harga Turunkan Keluarga
Kisah sukses Ara dan Akmal adalah bukti nyata bahwa lulusan pesantren memiliki potensi luar biasa dan dapat bersaing di tingkat perguruan tinggi negeri. Dengan adanya kerja keras, tekad yang kuat, dan akses kepada materi pelajaran berkualitas, santri-santri di seluruh Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk meraih mimpi pendidikan mereka. Hari santri yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober adalah momen yang tepat untuk merayakan peran dan prestasi mereka dalam membangun masa depan Indonesia yang cerah dan berkualitas. Selamat Hari Santri!***