Foto : SOLEMAN. A. LESSY Jakarta, AktualNews-Presiden Joko Widodo telah menetapkan Kepala Sekretariat Presiden pada Kementerian Sekretariat Negara, Heru Budi Hartono, sebagai Penjabat Gubernur DKI Jakarta mengganti Anies Baswedan. Prosesi pelantikannya akan dilakukan nanti tepat dengan berakhirnya masa jabatan Anies bersama Achmad Riza Patria pada hari Minggu 16 Oktober 2022 atau berhubung jatuhnya tepat hari Minggu, maka setidak-tidaknya hari Senin 17 Oktober 2022. Lelaki berusia 57 tahun kelahiran Medan 13 Desember 1965 dan mengenyam pendidikan SLTA di Negeri Kincir Angin, Belanda, ini diketahui punya hubungan baik dengan ke-2 mantan Gubernur DKI, baik Joko Widodo mau pun Basuki Tjahaja Purnama yang lazim dipanggil “Ahok”. Kedekatan antara Heru-Ahok pada akhirnya malah sempat dirangkaikan dengan tampil berpasangan melalui “jalur independen” dalam perhelatan Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 lalu namun belakangan berubah dengan menampilkan duet Ahok-Jarot, yang pada akhirnya “kalah” dalam kontestasi politik itu diungguli pasangan Anies-Sandiaga Uno. Sebelumnya, ketika Gubernur DKI Jakarta dijabat Jokowi didampingi wakilnya Ahok, Heru dipromosi naik jabatan sebagai Kepala Biro Kepala Daerah dan Kerjasama Luar Negeri tahun 2013, dan tidak beberapa lama kemudian dipromosikan naik lagi menjabat Walikota Jakarta Utara sejak tgl 13 Januari 2014 sampai 2 Januari 2015. Datang pada masa kepemimpinan Ahok yang naik menduduki jabatan Gubernur menggantikan Jokowi, dia didapuk menjabat Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Mungkin saja gara-gara mempertimbangkan efek politik adanya kedekatan terbuka terutama dengan Ahok sampai kontestasi Pilkada sebelum itu, maka mendahului prosesi pelantikan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur/Wakil Gubernur DKI Jakarta pada hari Senin 16 Oktober 2017, Heru lebih dahulu sudah ditarik masuk ke dalam lingkungan istana menduduki jabatan sebagai Kepala Sekretariat Kepresidenan RI pada hari Sabtu 29 Juli 2017. Tentu karena dinilai berprestasi, sehingga sudah lebih 5 (lima) tahun berturut-turut sejak itu, hingga sekarang posisinya pada jabatan tersebut tidak pernah tergantikan. Tak heran, dengan bekal rangkaian panjang pengalaman praktisnya itu, maka walau pun hari-hari ini penetapannya sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta menuai tanggapan agak beragam, namun semuanya melihat dari sudut pandang berbeda dengan argumentasi sendiri-sendiri, tetapi nampaknya tidak satu pun yang menilai Heru tidak punya kapasitas cukup. Sama halnya dengan Pemerhati Politik, Soleman A Lessy, yang sehari-harinya juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal AspekNU saat dihubungi media ini melalui telepon selulernya untuk memintai komentarnya, pagi tadi hari Sabtu (8/10). Begitu dijelaskan maksud dihubungi adalah untuk meminta komentarnya berkenaan penetapan Heru sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta pasca Anies-Riza, dia dengan nada lantang mengatakan : “Kita tahu, Undang-Undang secara tegas dan jelas telah menempatkan hak dan wewenang pengangkatan Penjabat Gubernur menuju pemilihan Kepala Daerah tahun 2024 seutuhnya ditangan Presiden. Lagi pula antara pak Heru dan pak Jokowi sudah sejak lama punya pengalaman kerja sama mulai sejak pak Jokowi masih menjabat Gubernur DKI, bahkan sampai sekarang selama lima tahun berturut-turut. Tentu untuk pengangkatan Penjabat Gubernur ini pak Jokowi punya kriteria dan parameter sendiri, yang menurut beliau terpenuhi secara utuh atau lebih utuh bila dibandingkan dengan figur-figur lain sehingga pilihannya jatuh pada pak Heru”. Menurut lelaki asal Ambon yang juga salah satu alumni Lemhanas RI ini, dirinya optimis, Presiden Jokowi tidak bertindak “asal” saat menjatuhkan pilihannya pada Heru, misalnya hanya sekedar gara-gara ada kedekatan emosional sebelum ini, melainkan tetap merujuk pada ketentuan atau aturan perundang-undangan, setidak-tidaknya didasarkan pada kriteria serta parameter tertentu dengan tetapi mematuhi mekanisme yang berlaku. Buktinya, lanjut Lessy, walau pun Undang-Undang menentukan hak dan kewenangan itu padanya namun ternyata Presiden Jokowi tidak serta-merta atau asal-asalan menunjuk seseorang mengikuti kehendak hatinya, melainkan sepenuhnya melalui mekanisme yang ditentukan hingga berakhir pada Tim Penilai Akhir (TPA). Ditanyakan jangan sampai pertimbangannya lebih didominan oleh pandangan subyektif berdasarkan kedekatan emosional selama ini, dia berpendapat hal itu juga tidak sepenuhnya salah asalkan sudah melewati tahapan serta proses seleksi sesuai syarat-syarat normatif dan ternyata memenuhi kriteria yang ditentukan. Kalau ternyata ada 2 atau 3 orang sama-sama terbukti memenuhi syarat dengan nilai yang sama pada semua kriteria, tidak ada salahnya dipertimbangkan lagi berdasarkan kedekatan emosional. Ini pun malah justru lebih baik, kata dia, sebab dalam sebuah kerja organisasi terstruktur apalagi dalam organisasi birokrasi itu loyalitas merupakan hal yang fundamental. Bayangkan sendiri saja, katanya menyela dengan nada lantang, kira-kira bisa seperti apa suasana hubungan antara pusat dengan daerah bilamana ada seseorang Gubernur yang tidak loyal terhadap Presiden selaku pimpinan pemerintahan negara. Menutup pembicaraan ditanyakan lagi kira-kira apa harapannya dari seorang Heru bila kelak sudah dilantik sebagai Penjabat Gubernur DKI Jakarta, menurut dia, citra kepemimpinannya harus lebih baik dan lebih arif dibanding periode Anies-Sandi yang kemudian berubah menjadi Anies-Riza. Sudah sewajarnya dituntut lebih baik dibanding hari-hari kemarin, tukasnya lagi, sebab Heru menduduki jabatan ibarat ada cerminan yang terpampang luas di pelupuk matanya, baik tampilan wilayah DKI secara geografis dan demografis atau fisik mau pun kondisi sosial masyarakat. Salah satu contoh menurut dia, terungkap dari keterangan praktisi hukum Eggy Sudjana ketika tampil bersama Adi Prayitno, Staf Pengajar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dalam sebuah diskusi tayangan TVOne pagi tadi, Sabtu (8/10) pkl 07:30 WIB, antara lain menyentil kepemimpinan Anies selama menjabat Gubernur. Eggy dalam keterangannya, tutur dia, antara lain mengatakan suratnya tentang hak atas tanah milik seorang Kliennya terpaksa dikirim berulangkali bahkan untuk kepentingan hukum itu sempat dimintai bantuan beberapa orang lain, tetapi sampai sekarang tinggal beberapa hari saja masa jabatannya akan berakhir balasan atau konfirmasi yang ditunggu-tunggu tak pernah kunjung datang. Ini menurut dia seyogianya jangan pernah terjadi selama kepemimpinan Heru sebagai Pj Gubernur, sebab selain telah ditentukan sebagai kewajiban hukum menurut ketentuan UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pengalamannya pada era rezim Suharto yang sekarang oleh segelintir dianggap seakan-akan “bagian sejarah buruk NKRI”, namun selama itu tidak banyak surat warga yang tidak dibalas atau tidak diberikan konfirmasi.
Artinya, tambah Lessy, membangun Jakarta jangan dimaknai seakan-akan sudah cukup membangun stadion megah dan rumah susun atau cukup sekedar merespon keluhan warga bilamana ada banjir dan kebakaran, melainkan harus seutuhnya, tanpa mengecualikan keluhan-keluhan dari warga bila ada kepentingan hukumnya yang tergilas secara sewenang-wenang bukan saja oleh seseorang lain yang “berduit” entah sendiri atau memanfaatkan tangan-tangan lain (preman, oknom-oknom aparat, dll) atau perusahaan-perusahaan tertentu, bahkan juga oleh Pemerintah.
Unit-unit sistem birokrasi pemerintahan DKI dalam hal ini Kepala-Kepala Dinas atau Lembaga/Badan harus cepat-cepat dievaluasi dan bila ternyata ada yang berlaku sama, dalam arti mengabaikan surat-surat yang ditujukan padanya dari seseorang warga atau Kuasa yang berhak, lebih baik buru-buru saja dicopot dan digantikan dengan pejabat lain yang lebih konsisten. Sebab ada pengalaman konkrit seorang teman Praktisi Hukum juga, suratnya tentang kepentingan hukum seorang warga telah disampaikan kepada salah satu Kepala Badan pada Pemprov DKI sejak tgl 3 Juni 2022 lalu, bahkan setelah itu sempat didatanginya untuk meminta konfirmasi langsung karena dirasakan telat diminta bersabar, tetapi sampai sekarang tidak pernah ada balasan suratnya.
Biarlah selama kepemimpinan Heru jangan lagi ada kepentingan hukum warga DKI Jakarta yang nyata-nyata sudah tergilas secara sewenang-wenang tetapi malah diabaikan begitu saja lagi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.[ Red/Akt-13/Munir Achmad ]
AktualNews